Klik Gambar

Jumat, 24 Desember 2010

jurnal ritel ANALISIS FAKTOR PERSEPSI YANG MEMENGARUHI MINAT KONSUMEN UNTUK BERBELANJA PADA GIANT HYPERMARKET BEKASI

ANALISIS FAKTOR PERSEPSI YANG MEMENGARUHI MINAT KONSUMEN UNTUK BERBELANJA PADA GIANT HYPERMARKET BEKASI

Lia Natalia
Fakultas Ekonomi, Jurusan Manajemen
Universitas Gunadarma

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk menguji pengaruh dari lokasi, kelengkapan produk, kualitas produk, harga, pelayanan, kenyamanan dalam berbelanja dan promosi secara bersama maupun secara parsial terhadap minat konsumen untuk berbelanja dan untuk menganalisis variabel manakah yang paling dominan dalam memengaruhi minat konsumen untuk berbelanja. Populasi penelitian adalah para pengunjung Giant Hypermarket yang berada di Kota Bekasi Barat. Sampel penelitian sebanyak 100 responden. Prosedur pencarian responden dilakukan berdasarkan accidential sampling. Data penelitian merupakan data primer, dengan kuesioner sebagai instrument penelitian, yang kemudian diolah dengan perhitungan SPSS. Metode analisis data yang digunakan adalah regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, secara bersama-sama variabel lokasi, kelengkapan produk, kualitas produk, harga, pelayanan, kenyamanan berbelanja dan promosi berpengaruh terhadap minat konsumen untuk berbelanja. Secara parsial variabel lokasi, kelengkapan produk, kualitas produk, harga dan promosi berpengaruh terhadap minat konsumen untuk berbelanja, sedangkan variabel pelayanan dan kenyamanan tidah berpengaruh terhadap minat konsumen untuk berbelanja. Sedangkan variabel yang paling dominan terhadap minat konsumen untuk berbelanja adalah promosi.

Kata kunci: ritel, lokasi, kelengkapan produk, kualitas produk, harga, pelayanan, kenyamanan berbelanja, promosi

ABSTRACT

The observation is to do to examine the enfluence from location, product equipment, product quality, price, attendance, pleasant to shop and promotion according togetheraltought according partial towards consumer interest for shooping and for analysis which the most dominan variable to affect consumer interest for shoping. The observation population is the visitor of Giant Hypermart in the west Bekasi. The observation sample as much 100 respondent. The procedur of existance respondent is to do based on accidential sampling. The observation data is to be primer data, with the questioner as an observation instrument, and next processing with SPSS salculation. The metod of analysis data is used double regresi linear. The observation result is according together the location, product equipment, product quality, price, attendance, pleasant to shop and promotion is influence towards the consumer
interest for shooping. According partial the location variable, product equipment, product quality, price, attendance, pleasant to shop and promotion is influence towards consumer interest for shooping, where as the attendance variable and pleasant is not influence towards consumer interest for shooping. Where as the most dominan for shooping is a promotion.

Key Word: ritel, location, product equipment, product quality, price, attendance, pleasant to
shop, promotion

Jurnal Skripsi Jurusan Manajemen      
 PENDAHULUAN
Pasar modern (ritel) yang berkembang sekarang ini memberikan banyak alternatif pada
konsumen sebagai tempat untuk berbelanja. Alternatif yang begitu banyak menyebabkan
pasar modern (ritel) harus memperhatikan berbagai faktor, salah satu diantaranya adalah
faktor persepsi konsumen yang memengaruhi perilaku konsumen untuk mengambil keputusan
memilih tempat berbelanja yang menurut mereka yang terbaik, dan keputusan yang dibuat
oleh konsumen akan menentukan kesuksesan sebuah pasar modern (ritel). Penelitian ini
dilakukan untuk menguji pengaruh dari lokasi, kelengkapan produk, kualitas produk, harga,
pelayanan, kenyamanan berbelanja dan promosi secara bersama maupun secara parsial
terhadap minat konsumen untuk berbelanja dan untuk menganalisis variabel manakah yang
paling dominan dalam memengaruhi minat konsumen untuk berbelanja.

Dalam memilih toko (ritel), konsumen memiliki kriteria evaluasi diantaranya adalah faktor
lokasi, kelengkapan produk, kualitas produk, harga, pelayanan, kenyamanan berbelanja dan
promosi. Hal tersebut menjadikan faktor yang sangat penting dan harus diperhatikan produsen
karena akan menjadi bahan pertimbangan bagi konsumen untuk memilih toko mana yang
akan didatangi konsumen.

Persepsi konsumen yang akan diteliti secara lebih detail dapat dilihat pada gambar 1.

Lokasi
(X1)


















Kelengkapan Produk
(X2)
Kualitas Produk
(X3)
Harga Produk
(X4)
Pelayanan
(X5)
Kenyamanan Berbelanja
(X6)
Promosi
(X7)
Minat Konsumen untuk Berbelanja
Gambar 1. Kerangka Pemikiran

 TELAAH PUSTAKA
Pada bagian ini dipaparkan teori-teori serta pustaka yang dipakai pada waktu penelitian.
Teori-teori ini diambil dari buku literatur dan dari internet.

Pengertian Pemasaran
Menurut Kotler (2000), pemasaran adalah sebagai suatu proses sosial dan managerial yang
membuat individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan lewat
penciptaan dan pertukaran timbal balik produk dan nilai dengan orang lain. Pemasaran adalah
suatu sistem total dari kegiatan bisnis yang dirancang untuk merencanakan, menentukan
harga, promosi dan mendistribusikan barang-barang yang dapat memuaskan keinginan dan
mencapai pasar sasaran serta tujuan perusahaan (Saladin, 2003). Secara umum, pengertian
pemasaran adalah kegiatan pemasaran untuk menjalankan bisnis guna memenuhi kebutuhan
pasar dengan barang dan atau jasa, menetapkan harga, mendistribusikan, serta
mempromosikannya melalui proses pertukaran agar memuaskan konsumen dan mencapai
tujuan perusahaan.

Manajemen Pemasaran
Manajemen pemasaran berasal dari dua kata yaitu manajemen dan pemasaran. Menurut Kotler
dan Armstrong (2000) pemasaran adalah analisis, perencanaan, implementasi, dan
pengendalian dari program-program yang dirancang untuk menciptakan, membangun, dan
memelihara pertukaran yang menguntungkan dengan pembeli sasaran untuk mencapai tujuan
perusahaan. Sedangakan manajemen adalah proses perencanaan (Planning), pengorganisasian
(Organizing), penggerakan (Actuating) dan pengawasan (Controling). Jadi dapat diartikan
bahwa manajemen pemasaran adalah sebagai analisis, perencanaan, penerapan, dan
pengendalian program yang dirancang untuk menciptakan, membangun dan mempertahankan
pertukaran yang menguntungkan dengan pasar sasaran dengan maksud untuk mencapai
tujuan–tujuan organisasi.

Perilaku konsumen
Menurut Engel yang disitasi oleh Priyono (2006), perilaku konsumen adalah tindakan yang
langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk atau jasa,
termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan ini. David dan Bitta
(1988) lebih menekankan perilaku konsumen sebagai suatu proses pengambilan keputusan.
Mereka mengatakan bahwa perilaku konsumen adalah proses pengambilan keputusan yang
mensyaratkan aktivitas individu untuk mengevaluasi, memperoleh, menggunakan atau
mengatur barang dan jasa. Dari berbagai definisi tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa
perilaku konsumen menyoroti perilaku baik individu maupun rumah tangga, perilaku
konsumen menyangkut suatu proses pengambilan keputusan sebelum pembelian sampai
dengan mengkonsumsi produk, dan tujuan mempelajari perilaku konsumen adalah untuk
menyusun strategi pemasaran yang berhasil.

Persepsi Konsumen
Persepsi menurut Rakhmat Jalaludin (1998), adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau
hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.
Proses persepsi bukan hanya proses psikologi semata, tetapi diawali dengan proses fisiologis
yang dikenal sebagai sensasi. Menurut Schiffman dan Kanuk (2004) yang disitasi oleh
Suryani (2008) mendefinisikan persepsi sebagai proses dimana dalam proses tersebut individu
memilih, mengorganisasikan dan menginterpretasikan stimuli menjadi sesuatu yang
bermakna.


 Pengertian Ritel
Menurut Christina Whidya Utami (2006), ritel berasal dari bahasa Prancis (ritellier) yang
berarti memotong atau memecah sesuatu. Usaha ritel atau eceran dapat dipahami sebagai
semua kegiatan yang terlibat dalam penjualan barang atau jasa secara langsung kepada
konsumen akhir untuk penggunaan pribadi. Kegiatan yang dilakukan dalam bisnis ritel adalah
menjual berbagai produk, jasa, atau keduanya kepada konsumen untuk keperluan konsumsi
pribadi maupun bersama. Dengan demikian ritel adalah kegiatan terakhir dalam jalur
distribusi yang menghubungkan produsen dengan konsumen.

Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Belanja
Keputusan belanja dipengaruhi oleh kepercayaan, sikap dan nilai-nilai pelanggan, serta
berbagai faktor dalam lingkungan sosial pelanggan (Christina Whidya Utami, 2006). Proses
keputusan memilih barang atau jasa dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan faktor pribadi di
dalam diri seseorang.
• Faktor External
Faktor external yang memengaruhi keputusan belanja antara lain:
a. Keluarga
Banyak keputusan belanja dibuat untuk produk yang dikonsumsi oleh keluarga secara
keseluruhan. Ritel harus memahami bagaimana suatu keluarga membuat keputusan
belanja dan bagaimana anggota keluarga lainnya memengaruhi keputusan ini.
b. Kelompok yang dijadikan acuan
Kelompok yang dijadikan acuan satu atau lebih orang-orang yang digunakan seseorang
sebagai dasar perbandingan untuk kepercayaan, perasaan, dan perilaku.
c. Budaya
Budaya adalah faktor yang mendasar dalam pembentukan norma-norma yang dimiliki
seseorang yang kemudian membentuk atau mendorong keinginan dan perilakunya menjadi
seorang konsumen. Budaya dalam hal ini meliputi hal-hal yang dapat dipelajari dari
keluarga, tetangga, teman, guru maupun tokoh masyarakat.

• Faktor Internal
Faktor pribadi atau internal di dalam diri seseorang yang memengaruhi keputusan belanja
antara lain:
a. Aspek pribadi
Seorang pelanggan akan mempunyai perbedaan dengan pelanggan yang lain karena
faktor-faktor pribadi yang berbeda misalnya, tahapan usia, kondisi keuangan, gaya hidup,
kepribadian, dan konsep diri.
b. Aspek psikologis
Faktor psikologi yang memengaruhi seseorang dalam tindakan membeli suatu barang atau
jasa didasarkan pada motivasi, persepsi, kepercayaan, dan perilaku serta proses belajar
yang dilalui konsumen.

Proses Belanja Pelanggan
Menurut Christina Whidya Utami (2006), beberapa tahapan dalam proses belanja pelanggan
adalah sebagai berikut.
a. Pengenalan kebutuhan
Proses belanja muncul ketika orang menyadari bahwa mereka mempunyai suatu
kebutuhan yang tidak terpuaskan. Kebutuhan ini muncul ketika seorang pelanggan ingin
meningkatkan kepuasan yang berbeda dengan tingkat kepuasan yang dirasakan saat ini.
Ketika pelanggan menyadari adanya kebutuhan yang belum terpuaskan, pada saat itulah ia
berada pada tahapan pengenalan kebutuhan.

 b. Pencarian informasi
Setelah pelanggan mengidentifikasi suatu kebutuhan, ia mungkin mencari informasi
tentang suatu ritel atau produk untuk membantu mencukupi kebutuhan mereka.
c. Evaluasi atas berbagai alternatif
Setelah mempertimbangkan berbagai faktor sebagai hasil dari proses pencarian informasi,
pelanggan berada pada tahapan mangevaluasi alternatif-alternatif yang telah ditetapkan
oleh pelanggan.
d. Menentukan pilihan
Setelah mengevaluasi berbagai alternatif yang telah ditetapkan oleh pelanggan, maka
pelanggan berada pada tahapan mementukan pilihan ritel mana yang akan dipilih.
e. Transaksi belanja
Ketika konsumen telah memilih ritel yang akan dikunjungi maka konsumen akan
melakukan transaksi pembelian pada ritel tersebut.
f. Evaluasi belanja
Proses belanja tidak berakhir ketika pelanggan membeli suatu produk. Setelah berbelanja,
pelanggan menggunakan produk itu dan kemudian mengevaluasi pengalaman ini untuk
menentukan apakah produk ini memuaskan atau tidak. Kepuasan adalah evaluasi pasca
konsumsi tentang seberapa baik suatu toko atau produk memenuhi atau melebihi harapan
pelanggan. Proses belanja secara lebih detail dapat dilihat dalam gambar 2.

TAHAPAN PEMILIHAN RITEL

PENGENALAN
KEBUTUHAN



PENCARIAN
INFORMASI



EVALUASI



PENENTUAN
PILIHAN


TRANSAKSI




KESETIAAN
Pengenalan kebutuhan
Mencari informasi
tentang ritel
Evaluasi ritel
Memilih ritel
Mengunjungi ritel
Membeli kembali di tempat
yang sama


Gambar 2. Proses Belanja

 METODE PENELITIAN
Data penelitian merupakan data primer. Data dikumpulkan menggunakan instrument
penelitian kuesioner. Kuesioner dikembangkan untuk mengukur faktor persepsi konsumen
yang diteliti terhadap minat konsumen untuk berbelanja. Uji validitas dan reliabilitas terlebih
dahulu digunakan untuk menguji validitas dan reliabilitas kuesioner. Variabel yang diteliti
yaitu lokasi, harga, kelengkapan produk, kualitas produk, pelayanan, kenyamanan berbelanja
dan promosi.

PEMBAHASAN
Populasi penelitian adalah pengunjung Giant Hypermarket Bekasi. Penelitian dilakukan
terhadap 100 responden. Berikut adalah gambaran umum responden berdasarkan umur, jenis
kelamin, status, pekerjaan, pendidikan, dan penghasilan.
Tabel 1. Karakteristik Responden
KETERANGAN JUMLAH %
Usia 1. ≤ 25 tahun
2. 26 - 35 tahun
3. 36 - 45 tahun
4. > 45 tahun
32
53
11
4
32%
53%
11%
4%
Jenis Kelamin 1. Laki-laki
2. Perempuan
23
77
23%
77%
Status 1. Belum menikah
2. Menikah
36
64
36%
64%
Pendidikan Terakhir 1. SD
2. SLTP
3. SLTA
4. DIPLOMA
5. S1
6. S2
0
3
31
28
35
2
0%
3%
31%
28%
35%
2%
Pekerjaan 1. Pelajar / Mahasiswa
2. Karyawan
3. Ibu Rumah Tangga
4. Profesi
20
67
8
5
20%
67%
8%
5%
Pendapatan Perbulan 1. ≤ Rp 1.000.000,00
2. Rp 1.000.000,00 – Rp 2.500.000,00
3. Rp 2.500.000,00 – Rp 3.500.000,00
4. > Rp 3.500.000,00
23
63
10
4
23%
63%
10%
4%





Jurnal Skripsi Jurusan Manajemen      6
 Uji Validitas dan Reliabilitas

Tabel 2. Uji Validitas
Butir
Pernyataan
Corrected Item-Total
Correlation
Corrected > r-tabel Keterangan
PA1 0,415 0,415 > 0,244 Valid
PA2 0,858 0,858 > 0,244 Valid
PA3 0,820 0,820 > 0,244 Valid
PA4 0,838 0,838 > 0,244 Valid
PA5 0,839 0,839 > 0,244 Valid
PA6 0,594 0,594 > 0,244 Valid





PB1 0,772 0,772 > 0,244 Valid
PB2 0,831 0,831 > 0,244 Valid
PB3 0,856 0,856 > 0,244 Valid



PC1 0,874 0,874 > 0,244 Valid
PC2 0,835 0,835 > 0,244 Valid
PC3 0,878 0,878 > 0,244 Valid




PD1 0,680 0,680 > 0,244 Valid
PD2 0,667 0,667 > 0,244 Valid
PD3 0,595 0,595 > 0,244 Valid


PE1 0,681 0,681 > 0,244 Valid
PE2 0,884 0,884 > 0,244 Valid
PE3 0,818 0,818 > 0,244 Valid
PE4 0,847 0,847 > 0,244 Valid
PE5 0,926 0,926 > 0,244 Valid
PE6 0,721 0,721 > 0,244 Valid
PE7 0,589 0,589 > 0,244 Valid





PF1 0,849 0,849 > 0,244 Valid
PF2 0,857 0,857 > 0,244 Valid
PF3 0,878 0,878 > 0,244 Valid
PF4 0,843 0,843 > 0,244 Valid
PF5 0,935 0,935 > 0,244 Valid



PG1 -0,172 -0.172 < 0,244 Tidak Valid
PG2 0,742 0,742 > 0,244 Valid
PG3 0,818 0,818 > 0,244 Valid
PG4 0,898 0,898 > 0,244 Valid
PG5 0,001 0,001 < 0,244 Tidak Valid
PG6 0,515 0,515 > 0,244 Valid




PH1 0,874 0,874 > 0,244 Valid
PH2 0,811 0,811 > 0,244 Valid
PH3 0,888 0,888 > 0,244 Valid
PH4 0,871 0,871 > 0,244 Valid



 Dari tabel 2 uji validitas dapat diketahui bahwa dari 37 butir pernyataan untuk semua variabel
yang diuji, 35 dinyatakan valid dan 2 variabel yang tidak valid.
Tabel 3. Uji Reliabilitas
Cronbach's
Alpha
N of Items
0,976 37
Output SPSS tersebut menunjukan tabel reliability statistic, yang terlihat sebagai Cronbach
Alpha adalah 0,976 > 0,6, reliabilitas suatu konstruk variabel dikatakan baik apabila Cronbach
Alpha > 0,6 sehingga dapat disimpulkan bahwa konstruk pernyataan dari seluruh variabel
adalah reliabel.

Analisis Regresi Linear Berganda
Dengan menggunakan program komputer SPSS, maka diperoleh hasil sebagai berikut.


Tabel 4. Hasil ANOVA
Model
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Regression 227,592 7 32,513 204,065 0,000a

Residual 14,658 92 0,159
1
Total 242,250 99

Dari tabel 4 didapat F hitung sebesar 204,065 dengan tingkat signifikasi 0,000.
Karena nilai signifikansinya < 0,05 maka promosi, harga, kelengkapan produk,
lokasi, kenyamanan berbelanja, kualitas produk dan pelayanan secara bersama–
sama berpengaruh terhadap minat konsumen untuk berbelanja.














Berdasarkan tabel tersebut didapat persamaan regresi sebagai berikut.

Tabel 5. Hasil Regresi Berganda
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
B Std. Error Beta
t Sig.
0,144 0,470 0,306 0,760
0,095 0,042 0,145 2,259 0,026
0,253 0,086 0,198 2,944 0,004
0,348 0,126 0,258 2,769 0,007
0,199 0,054 0,141 3,661 0,000
0,023 0,056 0,042 0,412 0,681
0,064 0,057 0,083 1,114 0,268
0,805 0,077 0,738 10,404 0,000
Y = 0,144 + 0,095X1 + 0,253X2 + 0,348X3 + 0,199X4 + 0,023X5 + 0,064X6 + 0,805X7
Jurnal Skripsi Jurusan Manajemen      8
 Analisis regresi berganda digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel
lokasi (X1), kelengkapan produk (X2), kualitas produk (X3), harga (X4), pelayanan (X5),
kenyamanan berbalanja (X6) dan promosi (X7) terhadap minat konsumen untuk berbelanja.
Dari tabel 5 hasil regresi linear berganda, diperoleh hasil bahwa lokasi, kelengkapan produk,
kualitas produk, harga dan promosi secara parsial berpengaruh secara signifikan terhadap
minat konsumen untuk berbelanja, hal ini dapat dilihat pada hasil signifikannya yang lebih
kecil dari 0,05. Sedangkan variabel pelayanan dan kenyamanan berbelanja tidak berpengaruh
terhadap minat konsumen untuk berbelanja, hal ini terlihat dari hasil signifikannya yang lebih
besar dari 0,05.

Tabel 7. Model Summary

Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
1 0,969a
0,939 0,935 0,39916



Berdasarkan tabel diatas nilai koefisien determinasi (R Square) adalah 0,939. Hal ini
menunjukkan bahwa persentase sumbangan pengaruh variabel independent (promosi, harga,
kelengkapan produk, lokasi, kenyamanan berbelanja, kualitas produk dan pelayanan) terhadap
variabel dependent (minat konsumen untuk berbelanja) sebesar 93,9%. Atau variabel
independent (promosi, harga, kelengkapan produk, lokasi, kenyamanan, kualitas produk dan
pelayanan) mampu menjelaskan sebesar 93,9% variabel dependent (minat konsumen untuk
berbelanja), sedangkan sisanya 6,1% dipengaruhi atau dijelaskan oleh variabel lain.

Tabel 6. Persentase Kontribusi Parsial













Tabel diatas menunjukkan bahwa dari ketujuh variabel, ternyata variabel promosi memiliki
persentase kontribusi terbesar terhadap minat konsumen untuk berbelanja yaitu sebesar
39,592%. Artinya adalah bahwa variabel yang paling dominan terhadap minat konsumen
untuk berbelanja adalah promosi.

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa secara bersama-sama variabel lokasi, kelengkapan
produk, kualitas produk, harga, pelayanan, kenyamanan berbelanja dan promosi berpengaruh
terhadap minat konsumen untuk berbelanja. Variabel lokasi, kelengkapan produk, kualitas
produk, harga dan promosi berpengaruh secara signifikan terhadap minat konsumen untuk
berbelanja, sedangkan variabel pelayanan dan kenyamanan berbelanja tidak berpengaruh
 terhadap minat konsumen untuk berbelanja. Sedangkan variabel yang paling dominan
terhadap minat konsumen untuk berbelanja adalah promosi.

Tentunya hal ini memberikan implikasi manajerial yang penting pada pihak manajemen bisnis
eceran untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat memengaruhi minat konsumen
untuk berbelanja. Diharapkan bagi peneliti selanjutnya agar memperbanyak variabel atau
menambah jumlah responden agar hasil penelitian lebih akurat, serta membandingkan dua
atau lebih ritel yang diteliti agar tampak ritel mana yang paling diminati dan dari segi apa
konsumen lebih meminati ritel tersebut. Untuk variabel pelayanan dan kenyaman tempat
berbelanja sebaiknya tidak digunakan untuk melakukan penelitian karena kedua variabel
tersebut tidak memengaruhi minat konsumen untuk berbelanja, kecuali jika peneliti ingin
membandingkan dua atau lebih objek penelitian.

DAFTAR PUSTAKA
Dharmmesa, Basu Swasta. 2000, Pengantar Bisnis Modern, Edisi Ketiga, Liberty,
Yogyakarta.

Erhans, A. 1995, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Indah, Surabaya.

Hadiyatna, Ferdi. 2004, “Pemetaan Persepsi Pusat Perbelanjaan di Tinjau dari Atribut
Kepuasan Konsumen Menggunakan Model Analisa Korespondensi”, Majalah
Ekonomi dan Komputer No.2. Tahun XII. Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma.

Hidayat, Hendrik dan M. F. Shellyana Junaedi. 2002, “Hubungan antara Persepsi Harga
Konsumen dan Konsepsi Pemasaran Terhadap Produk Merek Toko (Studi Perilaku
Konsumen dengan Pendekatan Model Struktural)”, Jurnal Ekonomi dan Pembangunan
(JEP) X (1) ISSN 0854-526X, Universitas Atmajaya, Yogyakarta.

Kotler, Philip. 2000. Prinsip-prinsip Pemasaran. Edisi Ketiga. PT. Prenhallindo, Jakarta.

Priyono, Eddy. 2006, “Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Konsumen dalam Memilih
Kafe di Kota Surakarta”, Jurnal Ilmiah dan Ilmu Ekonomi Vol 10. No.1. 47-62.
Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Rahmawati, Febrin Dwi. 2008, “Analisis Pengaruh Pengetahuan Status Pionir Sebuah Merek
terhadap Sikap Konsumen”, Penulisan Ilmiah Fakultas Ekonomi Universitas
Gunadarma, Bekasi.

Rimiyati, Hasnah. 2003, “Pengalaman Berbelanja di Supermarket dan Persepsi konsumen atas
Harga-Kualitas-Nilai”, Tesis Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Semuel, Hatane. 2003, “Respons Lingkungan Berbelanja Sebagai Stimuli Pembelian Tidak
Terencana pada Toko Serba Ada (Studi Kasus Carrefour Surabaya)”,
http://puslit.petra.ac.id/~puslit/journals, Universitas Kristen Petra. (06 Juli 2009)

Simamora, Bilson. 2002, Panduan Riset Perilaku Konsumen, PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.

Siringoringo, Hotniar. 2007, “Model Pengaruh Persepsi akan Toko Ritel Modern pada
Pengalaman Berbelanja”. Jurnal Ilmiah dan Ilmu Ekonomi.

Suryani, Tatik. 2008, Perilaku Konsumen Implikasi pada Strategi Pemasaran, Graha Ilmu,
Surabaya.

Suryathi, Wayan. 1996, “Analisis Sikap dan Perilaku Beli Konsumen terhadap Suatu Produk
(Studi Kasus pada Varis Mini Market, Kapal di Denpasar”, Mandiri Edisi Ilmiah ISSN
0852-1786.

Susanti, Anita. 2007, “Analisis Perbandingan Persepsi Konsumen Minimarket Indomart dan
Alfamart”, Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang, Semarang.

Umar, Husein. 2005, Riset Pemasaran dan Perilaku Konsumen, PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.

Utami, Christina Whidya. 2005, Manajemen Riset Strategi dan Implementasi Riset Modern,
Salemba Empat, Jakarta.

Uyanto, Stanislaus S. 2009. Pedoman Analisis Data dengan SPSS. Edisi Ketiga. Graha Ilmu.
Yogyakarta.

Widiawan, Kriswanto dan Irianty. 2005, “Pemetaan Preferensi Konsumen Supermarket
dengan Metode Kano Berdasarkan Dimensi Servqual”,
http://puslit.petra.ac.id/journals/industrial, Universitas Kristen Petra. (28 Juni 2009)

Yuliani. 2005, “Pengaruh Lokasi, Harga dan Pelayanan terhadap Keputusan Berbelanja
Konsumen”, Skripsi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang, Semarang.






Jurnal Manajemen & Bisnis ANALISIS KOMPARATIF RESIKO KEUANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) KONVENSIONAL DAN BPR SYARIAH


Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 7 Juni 2006

ANALISIS KOMPARATIF RESIKO KEUANGAN
BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) KONVENSIONAL DAN BPR SYARIAH


Umar Hamdan - Dosen Fakultas Ekonomi & Program Studi MM Unsri.
Andi Wijaya - Alumni Program Studi MM Unsri tahun 2005


ABSTRACT
The objectives of this research is to analyze and compare the financial risk in two
type of BPRs, which are conventional and syariah. The samples of this research are two
BPRs: Conventional BPR “S” and Syariah BPR “F”. The method of analysis used are
financial ratios and discriminant analysis (Z-Score method). The study results show that
financial risk of Syariah BPR “F” relatively lower than of Conventional BPR “S”.

Key words: BPR, Financial Risk, Financial Ratios, Discriminant Analysis.



I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bank Perkreditan Rakyat (BPR), menurut UU RI nomor 10 tahun 1998, adalah bank
yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang
dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Secara nasional kegiatan operasional BPR selama periode 1999–2003 (Maret)
mengalami perkembangan yang cukup stabil. Berdasarkan data Bank Indonesia, selama periode
tersebut, total asset bertumbuh dari Rp. 3.462 milliar menjadi Rp. 9.723 milliar, atau naik rata-
rata 35 % per tahun, penyaluran kredit dari Rp. 2.452 miiliar menjadi Rp. 7.088 milliar (naik
rata-rata 35,7 %), dana pihak ketiga dari Rp. 2.038 milliar menjadi Rp. 6.629 milliar (naik rata-
rata 39,3 %). Selama periode tersebut, laba tahun berjalan terus bertambah. Yang menarik,
jumlah penyaluran kredit melebihi jumlah dana pihak ketiga, berarti fungsi intermediasi
keuangan ternyata dapat berjalan dengan baik. (Sawaldjo Puspopranoto, 2002, hal. 123)
Industri BPR secara makro dinilai Bank Indonesia dalam kondisi cukup baik, karena
hampir seluruh BPR menunjukkan kinerja yang baik dan hanya sebagian kecil yang di-BBKU-
kan. Dari jumlah 2400 unit BPR, sejak 1996 hingga kini hanya 178 unit yang di-BBKU-kan
oleh Bank Indonesia. Mengingat kondisi usaha yang dinilai bagus, Bank Indonesia melalui
berbagai langkah antara lain merger, konsolidasi, akuisisi serta regulasi dan paket pengawasan
yang lebih intensif berupaya menjadikan BPR menjadi basis untuk Lembaga Keuangan Mikro
(LKM) di Indonesia. Dari tahun ke tahun, modal disetor BPR secara nasional terus bertambah.
Tahun 2001, menurut data BI dalam buku BPR terbitan BI, modal disetornya Rp. 936 milliar,
tahun 2002 jumlahnya bertambah 25 % menjadi Rp. 1,17 trilliun. Tahun 2003 naik 24 %
menjadi Rp. 1,24 trilliun, dan per Maret 2004 jumlahnya mencapai Rp. 1,48 trilliun.
Umar Hamdan & Andi Wijaya


Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 7 Juni 2006

2
Di daerah Sumatera Selatan, jumlah BPR telah mencapai 12 BPR, dimana diantaranya
juga terdapat BPR Syariah. BPR lebih mengkhususkan diri ke arah pemberian kredit, sifatnya
retail dan tidak kompleks seperti halnya bank umum.
Keberadaan BPR dalam perekonomian nasional dan daerah sangat penting dalam upaya
meningkatkan taraf hidup rakyat melalui penghimpunan dan penyaluran dana terutama kepada
usaha kecil dan mikro. Tulisan ini mengkaji bagaimana tingkat resiko bisnis BPR Konvensional
dan BPR Syariah di Sumatera Selatan.

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana tingkat resiko bisnis BPR Konvensional dan BPR Syariah.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan tulisan ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis tingkat resiko bisnis BPR
Konvensional dan BPR Syariah.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah
1. Masyarakat pembaca mengetahui perbandingan tingkat resiko keuangan/bisnis BPR
Konvensional dan BPR Syariah.
2. Sebagai masukan bagi manajemen BPR dalam menyusun kebijakan perusahaannya.


II. TINJAUAN PUSTAKA

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 Butir 1 menyebutkan batasan Bank adalah badan
usaha yang menghimpun dan dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya
kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Menurut Undang-
undang tersebut dan dipertegas lagi dengan Undang-undang RI nomor 10 tahun 1998, ada dua
jenis bank yaitu : Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
BPR dilarang untuk menerima simpanan giro, wilayah operasinya hanya tertentu saja,
modal awalnya relatif lebih kecil dari bank umum, dan tidak diperkenankan ikut dalam kliring
serta transaksi valuta asing. (Kasmir, 2003, hal. 21).
Tugas pokok BPR adalah mengembangkan persekonomian rakyat di daerah, terutama
pedesaan, bagi golongan ekonomi lemah, dengan membantu pembiayaan, dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat. Dalam melaksanakan fungsinya, BPR melakukan kegiatan-
kegiatan:
1. Menghimpun dana jangka pendek, menengah, dalam bentuk Tabungan dan Deposito.
2. Pembinaan dan pembiayaan dunia usaha, khususnya membantu pengembangan usaha
golongan ekonomi lemah.
3. Memobilisasikan dana masyarakat sebagai sumber pembangunan di daerah.
Analisis Komparatif Resiko Keuangan BPR Konvensional dan BPR Syariah


Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 7 Juni 2006

3
4. Memberikan pembiayaan jangka pendek, menengah dan panjang kepada perusahaan-
perusahaan perorangan untuk keperluan pembangunan, produksi, rehabilitasi, dan
modernisasi.
5. Penyertaan dalam modal yang tidak bersifat tetap, dengan persetujuan dan syarat-syarat
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
6. Melakukan kerja sama sesama bank dan Lembaga Keuangan.
7. Menjalankan usaha-usaha perbankan lainnya, sepanjang tidak bertentangan dengan
peraturan dan Undang-Undang yang berlaku. Untuk BPR Syariah ditambah Syariah Islam.


2.1. Perbedaan Sistem Bank Konvensional dan Bank Syariah

Perbedaan kedua system dapat dilihat dari sisi penghimpunan dan penyaluran dana.
Dari sisi penghimpunan dana kedua sistem perbankan ini bertujuan untuk memobilisasi dana
masyarakat. Namun dalam system syariah dimaksudkan untuk memobilisasi dana
masyarakat yang belum tersentuh oleh perbankan konvensional, karena adanya masalah
bunga. Dalam pembiayaan atau penyaluran dana, sistem perbankan konvensional
menekankan pada hubungan antara debitur dan kreditur, sedangkan sistem syariah lebih
menekankan pada prinsip keleluasaan dalam akad kredit dan kemitraan. Selain itu juga ada
perbedaan yang menyangkut aspek hukum, struktur organisasi, usaha yang dibiayai, dan
lingkungan kerja.
Perbedaan antara Bank Konvensional dan Bank Syariah dapat diringkas dalam Tabel
berikut:

Tabel 1. Perbedaan Sistem antara Bank Konvensional dan Bank Syariah

Bank Konvensional Bank Syariah
Investasi halal dan haram Investasi yang halal saja
Status bank “intermediary” Status bank “intermediary dan investor”
Sistem bunga dan fee Sistem bagi hasil, margin dan fee
Bunga atas dasar pokok Nisbah bagi hasil dari proyeksi penjualan
Pembayaran bunga tidak mempertimbangkn
usaha
Pembayaran bagi hasil tergantung realisasi
hasil usaha
Bank tidak menanggung resiko Bank ikut menanggung resiko usaha
Kehalalan bunga diragukan Halal
Tidak ada Dewan Pengawas Syariah Ada Dewan Pengawas Syariah
Sumber: Prosiding Seminar Nasional IAI & FE Unsri, 5 Juli 2005

2.2. Persamaan Sistem Bank Konvensional dan Bank Syariah

Persamaaan kedua sistem perbankan tersebut terletak pada teknis penerimaan uang,
mekanisme transfer, teknologi komputer, syarat-syarat umum untuk memperoleh kredit,
misalnya KTP, NPWP, proposal, laporan keuangan dan lainnya.



Umar Hamdan & Andi Wijaya


Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 7 Juni 2006

4
2.3. Produk/Jasa yang ditawarkan Bank Konvensional dan Bank Syariah

Secara umum ada tiga bagian besar produk yang ditawarkan Bank konvensional dan
Bank Syariah:
1) Produk Penghimpunan Dana (funding)
2) Produk Penyaluran Dana (financing); dan
3) Produk Jasa (services)

2.3.1. Bank Konvensional

Produk penghimpunan dana antara lain adalah giro, tabungan dan deposito.
Penyaluran dana dapat berbentuk kredit konsumsi, kredit investasi dan kredit modal kerja.
Sedangkan produk jasa berbankan konvensional, misalnya jasa konsultansi, pengurusan
transaksi ekspor dan impor, valuta asing, dan lainnya.

2.3.2. Bank Syariah

Penghimpunan dana pada bank syariah menerapkan prinsip Wadi’ah dan
Mudhararabah. Prinsip Al-Wad’ah yaitu serbagai titipan murni dari satu pihak ke pihak lain,
baik individu maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan kepada si penitip.
Prinsip Al-Wadiah (trust depository) dapat di bagi atas Al-Wadiah Yad Amanah dan
Al-Wadiah Yad Adh Dhamanah. Aplikasi konsep Al-Wadiah Yad Amanah dalam bank
syariah adalah pihak yang menerima titpan tidak boleh menggunakan dan memanfaatkan
uang atau barang yang dititipkan, jadi harus dijaga sesuai dengan kelaziman. Dalam ini
penerima titipan dapat membebankan biaya titip kepada penitip.
Konsep Al-Wadiah Yad Adh Dhamanah, dalam konsep ini pihak yang menerima
titipan boleh menggunakan uang atau barang yang dititipkan, tentunya pihak Bank dalam hal
ini mendapatkan bagi hasil dari pengguna dana. Bank dapat memberikan bonus kepada
penitip.
Prinsip Mudharrabah penyimpan atau deposan bertindak sebagai pemilik modal
(syahibul mall), bank sebagai mudharrib (pengelola dana). Dana tersebut digunakan bank
untuk melakukan murabahah, mudharrabah dimana kedua hasil ini akan dibagi hasilkan
berdasarkan nisbah yang disepakati dalam hal bank menggunakannya untuk melakukan
mudharrabah kedua, maka bank bertanggung jawab penuh atas kerugian yang terjadi. Rukun
Mudharrabah terpenuhi sempurna ada mudharrib, ada pemilik dana, ada usaha yang akan
dibagihasilkan, ada nisbah dan ada ijab Kabul. Prinsip ini diaplikasikan pada produk
tabungan berjangka dan deposito berjangka.
Penyaluran dana pada bank Syariah dilakukan melalui pembiayaan dengan prinsip
jual beli, pembiayaan dengan prinsip sewa, dan pembiayaan dengan prinsip bagi hasil.
Prinsip pembiayaan dengan jual beli dilaksanakan sehubungan dengan perpindahan
kepemilikan barang atau benda (transfer of property). Tingkat keuntungan bank ditentukan
didepan dan menjadi bagian harga atas barang yang dijual. Transaksi jual beli dapat
dibedakan berdasarkan bentuk pembayarannya dan waktu penyerahan barangnya, yaitu sbb.:
1) Pembiayaan Al Murabahah (Ba’i). Jual beli barang pada harga asal dengan tambahan
keuntungan yang disepakati. Dalam hal ini penjual harus memberitahu harga pokok yang
ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahan sedangkan
Analisis Komparatif Resiko Keuangan BPR Konvensional dan BPR Syariah


Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 7 Juni 2006

5
pembayaranm dilakukan dengan cara cicilan. Contoh, pembiayaan konsumtif dalam
pembelian kenderaan bermotor, rumah atau investasi modal kerja.
2) Salam, yaitu jual beli dilakukan dimana pembeli memberikan uang terlebih dulu terhadap
barang yang telah disebutkan spesifikasinya dan diantarkan kemudian. Biasanya
digunakan untuk produk-produk pertanian berjangka pendek.
3) Istishna’, merupakan kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang, dalam
kontrak itu pembuat barang menerima pesanan dari pembeli. Pembuat barang lalu
berusaha melalui orang lain untuk membuat atau membeli barang menurut spesifikasi
yang telah disepakati dan menjualnya kepada pembeli akhir. Kedua belah pihak
bersepakat atas harga serta sistem pembayaran, apakah pembayaran dilakukan dimuka,
melalui cicilan atau ditangguhkan sampai suatu waktu dimasa datang. Contoh transaksi
bank sebagai penjual kepada pemilik proyek, pembeli atau mensubkan kepada sub
kontraktor.
4) Prinsip pembiayaan dengan sewa (ijarah). Pada prinsipnya sama dengan jual beli tetapi
perbedaannya pada jual beli objek transaksi adalah barang, tetapi pada ijarah objek
trsansaksinya adalah jasa.
Pengertian resiko menurut Silalahi (1997), dikutip dari Husien Umar (2001, hal 5)
adalah:
- Resiko adalah kesempatan timbulnya kerugian
- Resiko adalah probabilitas timbulnya kerugian
- Resiko adalah ketidak pastian
- Resiko adalah penyimpangan aktual dari yang diharapkan
- Resiko adalah probabilitas suatu hasil akan berbeda dari yang diharapkan
Sedangkan manajemen resiko adalah suatu cara yang proaktif, terkoordinasi, bernilai
efektif, dan memahami pemrioritasan dalam menanggulangi ancaman terhadap perusahaan.
Menurut Hampel, et.al (1994:88) resiko perbankan dipengaruhi oleh lingkungan, sumberdaya
manusia, layanan keuangan, dan neraca. Berdasarkan karakteristik perbankan tersebut, maka
resiko terdapat diklasifikasikan atas: environmental risks (resiko lingkungan), management risks
(resiko manajemen), delivery risks (resiko operasi), dan financial risks (resiko keuangan).
Resiko keuangan dapat ditelusuri melalui analisis rasio keuangan dan analisis diskriminan
keuangan. Menurut Hempel (1994: 89), cara mengukur dan mengelola resiko keuangan
(financial risks) perbankan, sebagai berikut:
1. Resiko kredit dapat diatasi dengan cara:
− Melakukan analisis kredit secara baik dan benar;
− Dokumentasi kredit
− Pengendalian dan pengawasan kredit
− Penilaian terhadap resiko khusus
2. Resiko Likuiditas dapat diatasi dengan cara:
− Membuat perencanaan likuiditas
− Membuat rencana kontingensi
− Analisis biaya dan penentuan bunga kredit
− Pengembangan sumber pendanaan
3. Resiko Suku bunga dapat diatasi dengan cara:
− Membuat analisis kepekaan bunga terhadap aktiva
− Membuat analisis durasi, penilaian bunga antar waktu
Umar Hamdan & Andi Wijaya


Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 7 Juni 2006

6

4. Resiko leverage dapat diatasi dengan cara:
− Membuat perencanaan modal
− Analisis pertumbuhan usaha berkelanjutan
− Memantapkan kebijakan dividen
− Melakukan penyesuaian resiko terhadap kecukupan modal

2.3.3. Rasio-rasio Keuangan Bank

Rasio-rasio keuangan bank dapat dikelompokkan atas rasio-rasio likuiditas, rasio-rasio
solvabilitas, dan rasio-rasio rentabilitas (profitabilitas), sebagai berikut: (Hempel, 1994, hal.74)
a. Rasio Likuiditas
Rasio ini bertujuan untuk mengukur seberapa likuid suatu bank. Ada beberapa jenis
rasio dalam rasio likuiditas, yaitu :
1. Assets to Loan Ratio
2. Cash Ratio
3. Loan to Deposit Ratio (LDR)
b. Rasio Solvabilitas
Rasio ini bertujuan mengukur efisiensi bank dalam menjalankan aktivitasnya. Beberapa
jenis ratio dalam solvabilitas ratio yaitu :
1. Capital Ratio
2. Capital Risk
3. Capital Adequacy Ratio
c. Rasio Rentabilitas
Rasio yang bertujuan untuk mengukur efektivitas bank mencapai tujuannya. Beberapa
jenis rasio dalam rentabilitas ratio yaitu :
1. Gross Profit Margin
2. Net Profit Margin
3. Return on Equity Capital

2.3.4. Analisis Diskriminan (Z-Score)

Analisis Z-score dikembangkan oleh Prof. Edward Alman dengan tujuan untuk
mendeteksi apakah suatu perusahaan dalam kondisi diambang kebangkrutan (financial distress).
Metode ini disebut juga dengan multiple discriminant analysis (Emery & Finnerty, 1998: 884).
Oleh karena itu analsis ini dapat digunakan untuk mengukur tingkat resiko keuangan suatu
perusahaan.
Untuk menghitung Z-Score ini terlebih dahulu harus menghitung lima jenis rasio
keuangan, yaitu; (Husien Umar, 1998, hal.354-356)
1) Working Capital to Total Assets Ratio (X1)
2) Retained Earning to Total Asset Ratio (X2)
3) Earning Before Interest & Taxes to Total Asset (X3)
4) Market Value of Equity to Book Value of Debt (X4)
5) Sales to Total Asset Ratio (X5)

Z-Score = 1,2(X1)+(,4(X2)+3,(X3)+0,6(X4)+1(X5)
Analisis Komparatif Resiko Keuangan BPR Konvensional dan BPR Syariah


Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 7 Juni 2006

7

Untuk menganalisis hasil perhitungan model Z-score, digunakan angka interpretasi yang
dikembangkan oleh Prof. Edward Altman, sebagai berikut: (Emery & Finnerty, 1997: 886)

Score Prediction
Z > 2.99 Firm will not fail within 1 year
1.81 < Z < 2.99 Gray area within which it is difficult to
discriminate effectively
Z < 1.81 Firm will fail in 1 year


III. METODE PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian

Metode penelitian dikategorikan studi kasus, karena membahas suatu objek penelitian
secara rinci dan mendalam.

3.2. Populasi dan Sampel

Populasi sampel berjumlah 12 BPR, terdiri dari 11 BPR Konvensional dan 1 BPR
Syariah. Dari populasi tersebut penulis mengambil 2 sampe BPR, yaitu satu BPR Konvensional
dan satu BPR Syariah. Selanjutnya sampel BPR yang diteliti diberi kode nama BPR
Konvensional “S” dan BPR Syariah “F”. Adapun tennik pengambilan sampel dilakukan
secara purpossive sampling, dengan alasan hanya ada saru BPR Syariah dan untuk kesesuaian
diambil pula satu BPR Konvensional.

3.3. Variabel- Variabel Penelitian

Variabel-variabel utama penelitian adalah pos-pos dalam Neraca terdiri dari: Kas, giro,
kredit yang diberikan, aktiva tetap dan aktiva lain, kewajiban segera, tabungan, deposito,
pinjaman, dan ekuitas. Pos-pos dalam Daftar Rugi/Laba : pendapatan bunga, beban bunga,
pendapatan operasi lainnya, pendapatan non operasi, beban non operasi, pajak dan laba bersih.

3.4. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian di 16 Ilir Palembang dan Kelurahan Sukajadi di Talang Kelapa
Kabupaten Banyuasin.

3.5. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan cara mempelajari data
sekunder, yaitu laporan keuangan BPR Konvensional “S” dan BPR Syariah “F”.

3.6. Teknik Analisis

Umar Hamdan & Andi Wijaya


Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 7 Juni 2006

8
Analisis analisis rasio keuangan dan analisis diskriminan keuangan.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Uraian Singkat BPR Sampel

PT. Bank Perkreditan Rakyat Konvensional “S” berlokasi di kawasan Pasar 16 ilir
Palembang yang beroperasi sejak tahun 1990. Sesuai ketentuan pemerintah, bentuk badan
hukum BPR adalah Perseroan Terbatas. Sasaran utama operasi bank ini adalah para pedagang
kecil dan mikro yang berada di kawasan Pasar 16 ilir, Beringin Janggut, TP Rustam Effendi,
dan sekitarnya. Kegiatan yang dilakukan adalah menerima simpanan dan menyalurkan kredit
modal kerja dan investasi bagi usaha kecil dan mikro tersebut. Disamping itu juga memberikan
kredit konsumsi kepada debitur tertentu. Modal ekuitas (saham) BPR sebesar Rp 3 milyar dan
telah disetor penuh.
PT. Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah “S” berdiri dengan akte Notaris Amunis Akte No.
2 tanggal 7 Januari 1994 dan mulai beroperasi Januari 1995. BPR ini berlokasi di kelurahan
Sukajadi, kecamatan Talang Kelapa, kabupaten Banyuasin. Modal dasar BPR sebesar Rp 500
juta dan telah disetor penuh. Sasaran utama operasi bank ini adalah para pedagang kecil dan
mikro, usaha kerajinan batubata, genteng, petani, peternak yang berada di kelurahan dan desa-
desa di Kecamatan Talang Kelapa. BPR ini menerima simpanan dan menyalurkan kredit modal
kerja dan investasi bagi usaha kecil dan mikro tersebut. Disamping itu juga memberikan kredit
konsumsi kepada debitur tertentu dengan prinsip syariah.

4.2. Perkembangan Keuangan

Perkembangan keuangan kedua bank sampel, yaitu BPR konvensional “S” dan BPR
Syariah “F” disajikan dalam bentuk laporan Neraca dan Daftar Rugi/Laba selama 3 (tiga ) tahun
yaitu periode 2001-2003.

4.2.1. Neraca dan Rugi/Laba BPR Konvensional “S”

Perkembangan neraca dan rugi/laba BPR Konvensional “S” dapat dilihat dalam Tabel :

Tabel 2 : Perkembangan Neraca BPR Konvensional “S” Selama Tahun 2001-2003

No POS-POS 2001 2002 2003
Aktiva (ribuan rupiah) (ribuan rupiah) (ribuan rupiah)
1 Kas 29,346 3,952 93,160
2 Giro pada bank lain 4,047,760 5,362,689 5,667,066
3 Penempatan pada bank lain 4,000,000
4 Surat-surat berharga 7,200,000 2,200,000
Kredit yang diberikan
5 a. Pihak Terkait dengan bank
6 b. Pihak lain 4,645,827 7,515,843 8,042,758
Penyisihan Ph. Kredit -/- 340,989 340,989 337,489
7 Aktiva Tetap 938,178 942,928 954,388
Akumulasi Ph. Aktiva Tetap -/- 617,939 669,144 720,252
Analisis Komparatif Resiko Keuangan BPR Konvensional dan BPR Syariah


Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 7 Juni 2006

9
8 Aktiva Lain-lain 421,330 222,939 153,095
Jumlah 16,323,513 15,238,218 17,852,726
Kewajiban
1 Kewajiban segera lainnya 137,699 237,739 471,988
2 Tabungan 9,348,847 7,974,982 9,493,383
3 Deposito
a. Pihak Terkait dengan bank 157,500 225,000
b. Pihak lain 2,711,800 2,269,585 3,227,615
4 Pinjaman yang diterima
5 Kewajiban lain-lain 323,458 210,803 159,537
6 Modal Pinjaman
7 Ekuitas
a. Modal Disetor 3,000,000 3,000,000 3,000,000
b. Modal Sumbangan
c. Selisih Penilaian kembali aktiva tetap
d. Laba ditahan 801,709 1,387,609 1,275,203
Jumlah 16,323,513 15,238,218 17,852,726
Sumber : Laporan Keuangan BPR Konvensional “S”, disusun oleh Penulis.

Total aktiva BPR konvensional “S” selama tiga tahun mengalami fluktuasi, pada tahun
2001 berjumlah Rp 16,3 milyar, turun menjadi Rp 15,2 milyar dan kemudian naik lagi menjadi
Rp 17,8 milyar. Penurunan pada tahun 2002 disebabkan oleh pos-pos : surat berharga turun
sebesar Rp 5 milyar dan aktiva lain-lain sekitar Rp 200 juta.
Perkembangan rugi/laba BPR Konvensional “S” dapat dilihat dalam Tabel :

Tabel 3 : Perkembangan Daftar Rugi/Laba BPR Konvensional “S”
Selama Tahun 2001-2003

No POS-POS 2001 2002 2003
(ribuan Rp) (ribuan Rp) (ribuan Rp)
1 Pendapatan Bunga 1,393,748 2,254,753 2,412,827
2 Beban Bunga -/- 841,396 877,248 1,139,206
3 Pendapatan Bunga Bersih 552,352 1,377,505 1,273,621
4 Pendapatan Ops Lainnya +/+ 323,821 429,015 283,353
5 Beban Ops Lainnya -/- 275,520 452,245 470,880
6 Jumlah Pend. & Beban Ops 600,653 1,354,275 1,086,095

Pendapatan dan Beban Non
Operasional
7 Pendapatan Non Operasional +/+ 60,065 151,679 119,470
8 Beban Non Operasional -/- 36,039 106,175 77,656
9 Laba Sebelum Pajak 624,679 1,399,779 1,127,909
10 Pajak Penghasilan -/- 93,702 209,967 169,186
11 Laba Bersih 530,977 1,189,812 958,723
Sumber : Laporan Keuangan BPR Konvensional “S”, disusun kembali oleh Penulis.

Tabel diatas menunjukkan adanya peningkatan pendapatan bunga selama tahun 2001-
2003, di mana pendapatan bunga tahun 2001 sebesar Rp 1,3 milyar, naik menjadi Rp 2,2 milyar
dan tahun 2003 Rp 2,4 milyar. Demikian pula pendapatan non operasional dan beban non
Umar Hamdan & Andi Wijaya


Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 7 Juni 2006

10
operasional menunjukkan adanya peningkatan. Laba bersih mengalami fluktuasi, dimana pada
tahun 2002 sebesar Rp 1,1 milyar, meningkat dibanding tahun 2001, tetapi kemudian turun
menjadi Rp 958,7 juta pada tahun 2003.

4.2.2. Neraca dan Rugi/Laba BPR Syariah “F”

Perkembangan neraca dan rugi/laba BPR Syariah “F” dapat dilihat dalam Tabel sebagai
berikut:

Tabel 4 : Perkembangan Neraca BPR Syariah “F” Selama Tahun 2001-2003

No POS-POS 2001 2002 2003
Aktiva (ribuan rupiah) (ribuan rupiah) (ribuan rupiah)
1 Kas 6,831 21,683 24,935
2 Giro pada bank lain 9,993 9,295 10,317
3 Penempatan pada bank lain 1,820,923 644,061 721,348
4 Surat-surat berharga
Kredit yang diberikan
5 a. Pihak Terkait dengan bank 16,663 108,951 117,667
6 b. Pihak lain 712,827 682,608 757,695
Penyisihan Ph. Kredit -/- 7,930 14,035 16,842
7 Aktiva Tetap 116,378 118,375 134,948
Akumulasi Ph. Aktiva Tetap -/- 58,933 71,438 85,726
8 Aktiva Lain-lain 21,553 25,863 29,742
Jumlah 2,638,305 1,525,363 1,694,086
Kewajiban
1 Kewajiban segera lainnya 3,035 5,291 6,614
2 Tabungan 1,952,792 640,611 777,859
3 Deposito
a. Pihak Terkait dengan bank 15,000 26,400 33,000
b. Pihak lain 23,000 108,700 136,962
4 Pinjaman yang diterima
5 Kewajiban lain-lain 20,863 43,385 49,893
6 Modal Pinjaman 37,950 47,438
7 Ekuitas
a. Modal Disetor 500,000 500,000 500,000
b. Modal Sumbangan 21,000 21,000 21,000
c. Selisih Penilaian kembali aktiva tetap
d. Laba ditahan 102,615 140,026 121,321
Jumlah 2,638,305 1,523,363 1,694,086
Sumber : Laporan Keuangan Bank Syariah “F”, disusun kembali oleh Penulis.

Total aktiva BPR Syariah selama tiga tahun mengalami fluktuasi, pada tahun 2001
berjumlah Rp 2,6 milyar, turun menjadi Rp 1,5 milyar dan kemudian naik menjadi Rp 1,69
milyar. Penurunan pada tahun 2002 disebabkan oleh pos-pos: penempatan pada bank yang
mengalami penurunan hampir sebesar Rp1,2 milyar dan penurunan penyaluran pinjaman
sebesar Rp 40 juta.
Analisis Komparatif Resiko Keuangan BPR Konvensional dan BPR Syariah


Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 7 Juni 2006

11
Perkembangan rugi/laba BPR Syariah “S” dapat dilihat dalam Tabel sebagai berikut:
Tabel 5 : Perkembangan Daftar Rugi/Laba BPR Syariah “F” Selama Tahun 2001-2003

No POS-POS 2001 2002 2003
(ribuan Rp) (ribuan Rp) (ribuan Rp)
1 Pendapatan Bagi Hasil 213,848 238,913 227,308
2 Beban Bagi Hasil -/- 78,112 51,249 54,450
3 Pendapatan Bagi Hasil Bersih 135,736 187,664 172,858
4 Pendapatan Ops Lainnya +/+ 799 744 825
5 Beban Ops Lainnya -/- 75,500 77,725 80,120
6 Jumlah Pend. & Beban Ops 61,035 110,683 93,563
Pendapatan dan Beban Non Operasional
7 Pendapatan Non Operasional +/+ 6,714 12,175 10,292
8 Beban Non Operasional -/- 5,035 9,740 9,263
9 Laba Sebelum Pajak 62,713 113,118 94,592
10 Pajak Penghasilan -/- 9,407 16,968 14,189
11 Laba Bersih 53,306 96,150 80,403
Sumber: Laporan Keuangan BPR Syariah “F”, disusun kembali oleh Penulis.

Dari tabel rugi/laba menunjukkan adanya peningkatan pendapatan bagi hasil pada tahun
2002 dibanding tahun, yaitu meningkat dari Rp 213 juta menjadi Rp 238 juta, sedangkan pada
tahun 2003 turun menjadi Rp 227 juta. Demikian pula laba bersih mengalami peningkatan tahun
2002 dibanding tahun 2001, yaitu meningkat dari Rp 53 juta menjadi 86 juta, sedangkan tahun
2003 mengalami penurunan dibanding tahun 2002, yaitu turun menjadi Rp 80 juta.

4.3. Analisis Rasio Keuangan BPR Konvensional “S”

Dari laporan keuangan BPR Konvensional “S” dapat dihitung beberapa rasio keuangan
seperti dalam Tabel berikut:

Tabel 6 : Rekapitulasi Rasio-rasio Keuangan BPR Konvensional “S” Tahun 2001-2003

Rasio-Rasio Likuiditas: 2001 2002 2003
1. Assets to Loan Ratio
Total Aktiva: Total Kewajiban 130.36% 140.44% 131.49%
2. Cash Ratio
Kas : Kewajiban Segera 118.87% 92.13% 97.94%
3. Loan to Deposit Ratio
Total Kredit: Tabungan+ Deposito 38.52% 72.25% 62.13%
4. Non Performing Loan
Penyisihan Kredit: Total Kredit 7.34% 4.54% 4.20%
Rasio-Rasio Solvabilitas:
1. Capital to Debt Ratio
Total Modal (Ekuitas): Total Kewajiban 30.36% 40.44% 31.49%
2. Capital Adequacy Ratio
Total Modal (Ekuitas) : Total Aktiva 23.29% 28.79% 23.95%
Rasio-Rasio Rentabilitas:
Umar Hamdan & Andi Wijaya


Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 7 Juni 2006

12
1. Gross Profit Margin
Laba Operasi: Pendapatan Operasi 43.10% 60.06% 45.01%
2. Net Profit Margin
Laba Bersih: Pendapatan Operasi 38.10% 52.77% 39.73%
3. Return on Equity
Laba Bersih: Ekuitas 13.97% 27.12% 22.43%
4. Return on Assets
Laba Operasi: Total Aktiva 3.68% 8.89% 6.08%
Sumber: Diolah dari Laporan Keuangan BPR Konvensional “S”

Secara umum rasio-rasio likuiditas BPR Konvensional “S” menunjukkan perbaikan pada
tahun 2002 dibanding tahun 2001. Rasio aktiva terhadap pinjaman menunjukkan tingkat
likuiditas yang cukup memadai, karena di atas 100 persen. Rasio kas terhadap kewajiban segera
pada tahun 2002 dan 2003 kurang dari 100 persen yang perlu menjadi perhatian pimpinan BPR.
Demikian pula rasio antara kredit yang disalurkan dengan dana yang dihimpun (loan to deposit
ratio) kurang baik, yaitu tahun 2001 sebesar 38%, tahun 2002 78% dan tahun 2003 sebesar 62
persen. Menurut ketentuan BI rasio ideal antara 85% s.d 105%, berarti rasio LDR masih relatif
rendah. Kondisi ini menunjukkan kemampuan BPR menyalurkan kredit masih perlu
ditingkatkan, karena dana yang menganggur akan menjadi beban bagi BPR atas bunga simpanan
yang yang harus dibayar kepada penabung. NPL tahun 2001 sebesar 7,34% di atas batas
maksimum yang ditetapkan oleh BI, namun dalam tahun 2002 dan 2003 turun menjadi masing-
masing sebesar 4,54% dan 4,24 persen.
Rasio-rasio solvabilitas menunjukkan kondisi yang cukup sehat. Rasio CAR berdasarkan
Surat Edaran Direksi BI No. 26/2/UD tanggal 29 Mei1993 tentang Kewajiban Modal Minimum
adalah sebesar 8 persen. Dari tabel di atas CAR BPR Konvensional “S” di atas 8%, yaitu
masing-masing tahun 2001 sebesar 23,29%, tahun 2002 sebesar 28,79% dan tahun 2003 sebesar
23,95%. Demikian pula perbandingan modal dengan hutang masih di atas 8 persen.
Secara teori, menurut Winton (1993) adanya ketentuan CAR tersebut mempunyai
kaitan dengan keterbatasan tanggung jawab dan struktur kepemilikan dalam suatu
perusahaan. Dalam struktur kepemilikan, sebagian harta perusahaan diperoleh dari dana
pinjaman kepada kreditur, sehingga perlu diimbangi dengan kemampuan pemilik modal
menyediakan dana sendiri.
Rasio-rasio rentabilitas yang dinyatakan dengan rasio-rasio net profit margin, ROE,
dan ROA menunjukkan adanya kenaikan pada tahun 2002 dibanding tahun 2001, sedangkan
tahun 2003 mengalami penurunan dibanding tahun 2002. Semua rasio rentabilitas adalah
positip. Laba bersih terhadap pendapat operasi (NPM) cukup baik, di mana tahun 2001
sebesar 38%, tahun 2002 sebesar 52,77% dan tahun 2003 sebesar 39,73 persen. Keadaan ini
menunjukkan bahwa BPR Konvensional “S” cukup sehat.

4.4. Analisis Rasio Keuangan BPR Syariah “F”

Rasio-rasio keuangan BPR Syariah “F” selama tahun 2001-2003 dapat dilihat dalam
Tabel 7. Secara umum rasio-rasio likuiditas BPR Syariah “F” relatif lebih baik dibanding BPR
Konvensional “S”. Rasio aktiva terhadap pinjaman menunjukkan tingkat likuiditas yang cukup
memadai, jauh di atas 100 persen. Rasio kas terhadap kewajiban segera pada tahun 2001 dan
2003 kurang dari 100 persen.
Analisis Komparatif Resiko Keuangan BPR Konvensional dan BPR Syariah


Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 7 Juni 2006

13
Rasio antara kredit yang disalurkan dengan dana yang dihimpun (loan to deposit ratio)
tahun 2002 dan 2003 cukup baik. Demikian pula Nonperforming Loan (NPL) cukup baik, hanya
sekitar 2 persen selama 3 tahun. NPL BPR Syariah “F” relatif lebih baik dari BPR Konvensional
“S”.

Tabel 7 : Rekapitulasi Rasio-rasio Keuangan BPR Syariah “F” Tahun 2001-2003

Rasio-Rasio Likuiditas: 2001 2002 2003
1. Assets to Loan Ratio
Total Aktiva: Total Kewajiban 130.95% 176.89% 161.07%
2. Cash Ratio
Kas : Kewajiban Segera 93.96% 104.51% 96.45%
3. Loan to Deposit Ratio
Total Kredit: Tabungan+ Deposito 36.64% 102.04% 92.36%
4. Non Performing Loan
Penyisihan Kredit: Total Kredit 1.11% 2.06% 2.22%
Rasio-Rasio Solvabilitas:
1. Capital to Debt Ratio
Total Modal (Ekuitas): Total Kewajiban 30.95% 76.66% 61.07%
2. Capital Adequacy Ratio
Total Modal (Ekuitas) : Total Aktiva 23.64% 43.34% 37.92%
Rasio-Rasio Rentabilitas:
1. Gross Profit Margin
Laba Operasi: Pendapatan Operasi 28.54% 46.33% 41.16%
2. Net Profit Margin
Laba Bersih: Pendapatan Operasi 24.93% 40.24% 35.37%
3. Return on Equity
Laba Bersih: Ekuitas 8.55% 14.55% 12.52%
4. Return on Assets
Laba Operasi: Total Aktiva 2.31% 7.26% 5.52%
Sumber : Diolah dari Laporan Keuangan BPR Syariah “F”

Rasio-rasio solvabilitas menunjukkan kondisi yang cukup sehat. Rasio CAR BPR
Syariah “F” di atas 8%, yaitu masing-masing tahun 2001 sebesar 23,64%, tahun 2002 sebesar
43,34% dan tahun 2003 sebesar 37,92%. Keadaan ini lebih baik dibandingkan dengan rasio
solvabilitas BPR Konvensional “S.
Rasio-rasio rentabilitas yang dinyatakan dengan rasio-rasio NPM, ROE, dan ROA
menunjukkan adanya kenaikan pada tahun 2002 dibanding tahun 2001, sedangkan tahun 2003
mengalami penurunan dibanding tahun 2002. Keadaan ini hampir sama dengan rasio rentabilitas
BPR Konvensional. Rasio NPM cukup baik, di mana tahun 2001 sebesar 24,93%, tahun 2002
sebesar 40,24% dan tahun 2003 sebesar 35,37 persen. Keadaan ini menunjukkan bahwa NPM
BPR Syariah relatif lebih rendah dibanding dengan BPR Konvensional “S”. Hal ini memberikan
indikasi bahwa BPR Konvensional “F” realtif lebih efisien dalam pengelolaan dananya.




Umar Hamdan & Andi Wijaya


Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 7 Juni 2006

14
4.5. Analisis Diskriminan (Z-Score)

4.5.1. Analisis Diskriminan BPR Konvensional “S”

Hasil perhitungan Z- Score untuk BPR Konvensional “S” dapat dilihat dalam Tabel
berikut:

Tabel 8 : Hasil Perhitungan Z-Score BPR Konvensional “S” Tahun 2001-2003

Uraian 2001 2002 2003
X1 Working Capital to Total Asset Ratio
Modal Kerja: Total Aktiva 0.95 0.97 0.98
X2. Retained Earnings to Total Assets Ratio
Laba ditahan: Total Aktiva 0.05 0.09 0.07
X3. EBIT to Total Assets
Laba seb. Bunga dan Pajak: Total Aktiva 0.04 0.09 0.06
X4. Market Value of Equity to Book Value of Debt
Nilai Ekuitas: Nilai Hutang 0.32 0.42 0.33
X5.Sales to Asset Ratio
Penjualan: Total Aktiva 0.09 0.15 0.14
Z- SCORE
1.2 X1 1.15 1.16 1.17
0,4 X2 0.02 0.04 0.03
3 X3 0.11 0.28 0.19
0,6 X4 0.19 0.25 0.20
1 X5 0.09 0.15 0.14
TOTAL 1.55 1.87 1.73
Sumber: Diolah dari Laporan Keuangan BPR Konvensional “S”

Hasil perhitungan Z-score menunjukkan bahwa selama tiga tahun nilai Z sekitar angka
1,81, yang berarti kondisi BPR Konvensional “S” perusahaan dalam keadaan “gray” sehingga
sulit ditentukan apakah akan sehat atau bangkrut. Namun karena di bawah 2,99 maka dapat
dikatakan bahwa tingkat resiko bisnis BPR tinggi yang dapat menyebabkan kepailitan dalam
jangka panjang.

4.5.2. Analisis Diskriminan BPR Syariah “F”

Hasil perhitungan Z- Score untuk BPR Konvensional “S” dapat dilihat dalam Tabel
berikut:







Analisis Komparatif Resiko Keuangan BPR Konvensional dan BPR Syariah


Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 7 Juni 2006

15
Tabel 9 : Hasil Perhitungan Z-Score BPR Syariah “F” Tahun 2001-2003

Uraian 2001 2002 2003
X1 Working Capital to Total Asset Ratio
Modal Kerja: Total Aktiva 0.97 0.95 0.95
X2. Retained Earnings to Total Assets Ratio
Laba ditahan: Total Aktiva 0.04 0.09 0.07
X3. EBIT to Total Assets
Laba seb. Bunga dan Pajak: Total Aktiva 0.02 0.07 0.06
X4. Market Value of Equity to Book Value of Debt
Nilai Ekuitas: Nilai Hutang 0.31 0.85 0.68
X5.Sales to Asset Ratio
Pendapatan: Total Aktiva 0.08 0.16 0.13
Z- SCORE
1.2 X1 1.16 1.14 1.14
0,4 X2 0.02 0.04 0.03
3 X3 0.07 0.22 0.17
0,6 X4 0.19 0.51 0.41
1 X5 0.08 0.16 0.13
TOTAL 1.52 2.07 1.88
Sumber: Diolah dari Laporan Keuangan BPR Syariah “F”

Hasil perhitungan Z-score menunjukkan bahwa selama dua tahun terakhir (2002-2003)
nilai Z di atas 1,81, yang berarti kondisi BPR Konvensional “S” perusahaan dalam keadaan
“gray” sehingga sulit ditentukan apakah sehat atau akan bangkrut. Namun nilai Z-score BPR
Syariah “F” ini relatif lebih tinggi dibanding nilai yang dicapai oleh BPR Konvensional “S”.

4.6. Pembahasan

4.6.1. Likuiditas

Secara umum rasio-rasio likuiditas BPR Syariah “F” relatif lebih baik dibanding BPR
Konvensional “S”. Rasio aktiva terhadap pinjaman menunjukkan tingkat likuiditas yang cukup
memadai, jauh di atas 100 persen. Rasio kas terhadap kewajiban segera pada tahun 2001 dan
2003 kurang dari 100 persen. Demikian pula rasio antara kredit yang disalurkan dengan dana
yang dihimpun (loan to deposit ratio) tahun 2002 dan 2003 cukup baik, karena mendekati
standar rasio ideal antara 85% s.d 110% yang ditetapkan BI. Nonperforming Loan (kredit
bermasalah) pada BPR Syariah “F” relatif lebih rendah dibanding dengan NPL BPR
Konvensional “S”. Pada BPR Syariah “F” hanya sekitar 2 persen, sedangkan BPR Konvensional
rata-rata sekitar 4 persen pertahun.

4.6.2. Solvabilitas

Rasio-rasio solvabilitas kedua BPR menunjukkan kondisi sehat. Rasio kecukupan modal
(Capital Adequacy Ratio/CAR) kedua BPR di atas ketentuan minimum BI (8%). CAR pada
BPR Konvensional “S” tahun 2003 sebesar 23,95% dan BPR Syariah “F” sebesar 37,92%. Dari
Umar Hamdan & Andi Wijaya


Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 7 Juni 2006

16
angka tersebut ternyata rasio solvabilitas BPR Syariah relatif lebih baik dibandingkan dengan
rasio solvabilitas BPR Konvensional “S.

4.6.3. Rentabiltas
Semua rasio rentabilitas kedua BPR adalah positip. Laba bersih terhadap pendapat
operasi (NPM) cukup baik, di mana pada BPR Konvensional “S” sebesar 39,73 persen, dan
pada BPR Syariah “F” sebesar 35,37% pada tahun 2003. Keadaan ini menunjukkan bahwa
kedua BPR mampu memperoleh laba yang wajar, walaupun NPM BPR Syariah “F” relatif
lebih rendah dibanding dengan BPR Konvensional “S”. Hal ini memberikan indikasi bahwa
BPR Konvensional “S” relatif lebih efisien dalam pengelolaan dananya.

4.6.4. Tingkat Resiko Keuangan

Perbandingan tingkat resiko keuangan/bisnis menggunakan hasil analisis diskriminan
(Z-score) menunjukkan kedua BPR berada pada posisi “gray”. Namun nilai Z BPR Syariah “F”
relatif lebih tinggi dibanding BPR Konvensional “S”. Rendahnya Z- score (di bawah 2,99)
mengindikasikan bahwa kedua bank berada pada posisi bisnis beresiko tinggi dan bila tidak
dilakukan pengelolaan bisnis secara baik dapat menyebabkan kepailitan dalam jangka panjang.


V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Secara umum rasio-rasio likuiditas BPR Syariah “F” relatif lebih baik dibanding BPR
Konvensional “S”.
2. Rasio-rasio solvabilitas kedua BPR menunjukkan kondisi sehat. Rasio kecukupan modal
(Capital Adequacy Ratio/CAR) kedua BPR di atas ketentuan minimum BI (8%). CAR pada
BPR Konvensional “S” tahun 2003 sebesar 23,95% dan BPR Syariah “F” sebesar 37,92%.
Dari angka tersebut ternyata rasio solvabilitas BPR Syariah relatif lebih baik dibandingkan
dengan rasio solvabilitas BPR Konvensional “S.
3. Semua rasio rentabilitas kedua BPR adalah positip. Laba bersih terhadap pendapat operasi
(NPM) cukup baik, di mana pada BPR Konvensional “S” sebesar 39,73 persen, dan pada
BPR Syariah “F” sebesar 35,37% pada tahun 2003. Keadaan ini menunjukkan bahwa kedua
BPR mampu memperoleh laba yang wajar, walaupun NPM BPR Syariah “F” relatif lebih
rendah dibanding dengan BPR Konvensional “S”.
4. Perbandingan tingkat resiko keuangan berdasarkan hasil analisis diskriminan (Z-score)
menunjukkan kedua BPR berada pada posisi “gray”. Namun nilai Z BPR Syariah “F”
relatif lebih tinggi dibanding BPR Konvensional “S”, yang berarti resiko BPR “F” relatif
lebih rendah dibanding BPR Konvensional “S”.

5.2. Saran-Saran

1. Upaya Mengatasi Rendahnya LDR dapat dilakukan oleh manajemen BPR dengan cara:
Analisis Komparatif Resiko Keuangan BPR Konvensional dan BPR Syariah


Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 7 Juni 2006

17
1) BPR harus memiliki tenaga account officer yang memadai jumlahnya, handal, jujur,
profesional, dan berdedikasi tinggi untuk mengejar proyek-proyek yang layak untuk
dibiayai.
2) Tenaga account officer harus mengenal wilayah kerjanya dengan baik, potensi bisnis
yang ada, pebisnis, tokoh masyarakat, dan sosial ekonomi serta kultur masyarakatnya.
3) Kebijakan pemberian kredit yang prudential (hati-hati), patuh dan sehat berdasarkan
ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
4) Penyaluran kredit secara kelompok dengan sistem tanggung renteng bagi para
debiturnya.
5) Penerapan reward system yang dapat memotivasi para account officer dan analis kredit
untuk lebih giat dalam “menjemput” calon debitur yang potensial dan layak untuk
dibiayai.
2. Upaya manajemen untuk mempertahankan NPL rendah dapat dilakukan dengan cara:
1) Melakukan analisis kredit secara baik dan benar
2) Sistem dokumentasi kredit yang handal.
3) Pengendalian dan pengawasan kredit, sistem pemantauan dan evaluasi secara rutin
terhadap rekening piutang atau kredit debitur.
4) Manajemen memberikan perhatian khusus terhadap adanya penyimpangan
(management by exception) yang terjadi.
5) Setiap penyimpangan dilakukan analisis 5 W + 1 H (what, when, where, why, who &
how) agar diperoleh umpan balik bagi perbaikan kebijakan operasional BPR untuk
masa datang.
6) Pembinaan terhadap debitur usaha kecil dan mikro, bekerjasama dengan dinas instansi
terkait, dan perguruan tinggi.
3. Upaya mengatasi resiko keuangan dapat ditempuh manajemen BPR dengan cara sebagai
berikut:
1) Membuat perencanaan likuiditas dengan sistem anggaran kas (cash flow) harian atas
kemungkinan penyetoran dan penarikan oleh nasabah.
2) Membuat rencana kontingensi guna mengatasi kejadian yang tak terduga, yaitu dengan
melakukan analisis terhadap perubahan dan dinamika kondisi lingkungan bisnis BPR
dengan mengkaji indikator: ekonomi, peta persaingan bisnis, perubahan budaya, dan
situasi politik dan keamanan.
3) Melakukan analisis terhadap biaya dana dan penentuan bunga kredit atau beban bagi
hasil yang akan ditetapkan atas kredit konsumsi, kredit investasi, dan kredit modal
kerja.
4) Melakukan alternatif pengembangan sumber pendanaan BPR, baik dana dari sumber
internal maupun ekternal BPR.









Umar Hamdan & Andi Wijaya


Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 7 Juni 2006

18
DAFTAR PUSTAKA

Emery, Douglas R. & Finnerty, 1998. Corporate Financial Management. Prentice
Hall Inc. USA.
Fakhrurozi, Peluang & Tantangan Akuntansi & Lembaga Keuangan Syariah. Prosiding
Seminar Nasional IAI & FE Unsri, Palembang, Juli 2005.
Hempel, G.H; Simonson, D.G; and Coleman A.B, 1994. Bank Management Text
and Cases. Fourth Edition, USA: John Wiley & Sons, Inc.
Iman Syahputra Tunggal, dkk. Peraturan Perbankan di Indonesia tahun 1991-
1997. Buku 2. Jakarta: Penerbit Harvarindo, 1998.
Kashmir, SE,MM. Manajemen Perbankan. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Ross, Stephen; Westerfield, Randolph; and Jordan D. 2002. Fundmentals of
Corporate Finance, Prentice Hall Inc. USA.
Ross, Stephen. 2003. Corporate Finance. Prentice Hall Inc. NY. USA
-------------. Undang-Undang Perbankan. UU No. 10 tahun 1988.
--------------. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 1992 tentang BPR. Sinar Grafika
Jakarta.
Saunders, Anthony.1994. Financial Institutions Management. USA: Richard D.
Irwin. Inc
Winton, Andrew, “ Limitation of Liability and the Ownership Structure of the Firm.”,
Journal of Finance, 1993, 48 (2):487-512.
Wijaya, Andi, Analisis Laporan Keuangan Bank Perkreditan Rakyat di Sumatera Selatan
(Studi kasus BPR Konvenrsional dan BPR Syariah), Tesis, Program Studi MM
Unsri, 2005.
















Analisis Komparatif Resiko Keuangan BPR Konvensional dan BPR Syariah


Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 7 Juni 2006

19








jurnal ekonomi freedownload Marketing Mix Strategy

Suwarni
Nama Orang JURNAL EKONOMI BISNIS | TAHUN 14 | NOMOR 1 | MARET 2009 20
Alamat Korespondensi:
Suwarni, Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas
Negeri Malang, Jl. Surabaya 6 Malang, HP. 081555619224
20
Marketing Mix Strategy
dalam Meningkatkan Volume Penjualan
Suwarni
Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang
Abstract: One of the strategies marketing is marketing strategy mix. Marketing mix is a combination of four
variables or activities i.e. the core of corporate marketing systems; attribute products; price structures;
promotion activities, and distribution system. The market condition is a focus area of this tools and market-
ing manager must attempt to increase sales volume by knowing the market niche. This sense of marketers is
the key to implement the marketing mix strategy to enchance the sales volume target.
Keywords: marketing mix, products, price, promotion, distribution knowing the market need is the key to
implement managers strategy
Setiap perusahaan selalu berusaha untuk dapat tetap
hidup berkembang dan mampu bersaing. Dalam rang-
ka inilah maka setiap perusahaan selalu menetapkan
dan menerapkan marketing mix strategi. Kegiatan
pemasaran yang dilakukan, diarahkan untuk dapat
mencapai sasaran perusahaan yang dapat berupa ting-
kat laba yang diperoleh perusahaan, pangsa pasar ter-
tentu serta total volume penjualan dalam suatu jangka
waktu tertentu.
Keadaan dunia usaha berubah dinamis seiring
dengan perubahan selera konsumen serta perubahan
yang terjadi pada lingkungan sekitarnya. Marketing
mix strategi yang tepat memberikan peranan yang
penting terhadap keberhasilan suatu perusahaan untuk
dapat tetap melangsungkan usahanya. Selain itu, stra-
tegi pemasaran yang diterapkan senantiasa dievaluasi
dan diperbarui sesuai dengan perubahan yang terjadi.
Downey & Erickson (2002:230) menjelaskan bahwa
”Rencana pemasaran strategik memadukan semua
kegiatan dan nara sumber daya bisnis secara logis
guna memenuhi kebutuhan pelanggan dan mengha-
silkan laba. Rencana tersebut terdiri dari beberapa
variabel yang sering melengkapi sebagai langkah yang
harus diambil oleh suatu perusahaan sering disebut
sebagai bauran pemasaran atau marketing mix”.
Salah satu marketing mix strategi yang sering
dilaksanakan oleh perusahaan adalah strategi bauran
pemasaran. Strategi ini berkaitan dengan penentuan
bagaimana perusahaan menyajikan penawaran pro-
duk disertai strategi pendukung lain berupa strategi harga,
promosi, serta strategi saluran distribusi, pada segmen
pasar tertentu yang merupakan sasaran pasarnya.
Swastha & Irawan (1993:87) mendefinisikan
”marketing mix adalah kombinasi dari empat varibel
atau kegiatan yang merupakan inti dari sistim pema-
saran perusahaan yakni: produk, struktur harga,
kegiatan promosi, dan sistim distribusi”. Kegiatan-
kegiatan yang dimaksud dalam definisi tersebut adalah
termasuk keputusan dalam empat variabel yaitu: 1)
produk, 2) harga, 3) distribusi, 4) promosi.
Keempat kegiatan tersebut perlu dikombinasikan
dan dikoordinir agar perusahaan dapat melakukan
tugas pemasarannya secara efektif. Jadi, perusahaan
tidak hanya sekadar memilih kombinasi yang terbaik
saja, tetapi juga harus mengkoordinir berbagai macam
elemen pada marketing mix tersebut untuk melaksa-
nakan program pemasaran secara efektif.
Strategi Produk
Setiap produsen selalu mempunyai tujuan bahwa
produk yang dihasilkannya sesuai dengan keinginan 21 ISSN: 0853-7283
Marketing Mix Strategy dalam Meningkatkan Volume Penjualan
dan kebutuhan konsumen sehingga terjadi pertukaran.
Pertukaran ini dapat memberikan kontribusi yang
positif bagi perusahaan yang berupa keuntungan dan
pelanggan setia yang dapat menjamin kelangsungan
usaha perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan ber-
usaha untuk menerapkan strategi untuk menghasilkan
produk yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan
konsumen sehingga akan memberikan kepuasan bagi
konsumen dan perusahaan mendapatkan keuntungan.
Kotler (1997:19) mendefiniskan ”Produk adalah
segala sesuatu yang dapat ditawarkan untuk memuas-
kan suatu kebutuhan dan keinginan”. Sedangkan seca-
ra konseptual Tjiptono (2000:95) menyatakan bahwa
”Produk adalah pemahaman subyektif dari produsen
atas sesuatu yang bisa ditawarkan sebagai usaha
untuk mencapai tujuan organisasi, melalui pemenuhan
kebutuhan dan keinginan konsumen sesuai dengan
kompetensi dan kapasitas organisasi serta daya beli
pasar”.
Ahli lain memberikan pengertian bahwa produk
adalah suatu kompleksitas sifat dari barang atau jasa
yang dihasilkan perusahaan. Hal ini seperti yang
diungkapkan oleh Swastha & Irawan (1993:65) bahwa
”Produk adalah suatu sifat yang komplek baik itu
diraba maupun tidak dapat diraba, termasuk bungkus,
warna, harga, prestise perusahaan dan pengecer yang
diterima oleh pembeli untuk memuaskan kebutuhan
dan keinginan”.
Dari ketiga definisi, dapat disimpulkan bahwa
suatu produk harus memenuhi kebutuhan dan keingin-
an konsumen yang menjadi sasaran. Ciri-ciri produk
juga berkaitan dengan unsur-unsur pemasaran lainnya.
Strategi produk yang umumnya diterapkan adalah
pada pemusatan perhatian pada kemasan serta cara
untuk menarik minat konsumen dengan cara mempe-
ngaruhi keputusan konsumen melalui keterikatan
merek.
Assauri (1999:86) mengungkapkan bahwa
”Pemberian merek pada suatu produk dimaksudkan
untuk beberapa alasan yaitu: 1) untuk tujuan identi-
fikasi guna mempermudah penggunaan atau mencari
jejak produk yang dipasarkan, 2) melindungi produk
yang unik dari kemungkinan ditiru oleh pesaing, 3)
produsen ingin menekankan mutu tertentu yang dita-
warkan dan untuk mempermudah konsumen mene-
mukan produk tersebut kembali, 4) sebagai landasan
untuk mengadakan diferensiasi harga. Oleh karena
itu, suatu produk harus selalu dikembangkan agar
dapat selalu memenuhi selera serta keinginan konsu-
men.
Merek merupakan alat yang efektif untuk me-
ningkatkan atau mempertahankan penjualan. Hal ini
dapat terjadi apabila konsumen puas terhadap produk
yang dikonsumsinya, sehingga dengan pemberian
merek konsumen dapat mencari dan membeli produk
yang diinginkan karena selalu diingat konsumen
(brand loyalty).
Selain itu, kemasan suatu produk dapat memberi-
kan pengaruh yang penting dalam mempertahankan
atau meningkatkan penjualan. Kemasan mempunyai
arti yang penting di dalam mempengaruhi para konsu-
men langsung maupun tidak langsung di dalam menen-
tukan pilihan terhadap produk yang akan dibelinya.
Ada empat faktor yang bertujuan dalam pening-
katan penggunaan kemasan (Kotler, 1997:77) yaitu
1) swalayan, semakin banyak produk yang dijual
secara swalayan di pasar swalayan dan toko diskon
2) kemakmuran konsumen, meningkatnya kemak-
muran konsumen berarti konsumen bersedia memba-
yar lebih mahal untuk kenyamanan, penampilan,
keandalan dan gengsi dari dari kemasan yang lebih
baik 3) citra perusahaan dan merek, perusahaan me-
ngakui kekuatan kemasan yang dirancang baik dalam
menghasilkan pengalaman merek atau perusahaan
secara seketika 4) peluang inovasi, pengemasan yang
inovatif dapat memberikan manfaat yang besar bagi
konsumen dan laba bagi produsen. Ada empat fungsi
dari kemasan (Assauri, 1999:90) yaitu 1) untuk men-
cegah kerusakan secara fisik 2) untuk mencegah atau
mempersukar pemalsuan atau peniruan 3) untuk men-
jamin kebersihan dan wadah ”container” untuk pro-
duk yang berupa barang cair 4) sebagai alat komuni-
kasi dengan memberikan keterangan pada kemasan
tentang cara penggunaan, cara penyimpanan, kompo-
sisi produk dan lain sebagainya.
Hal lain yang perlu diperhatikan produsen untuk
meningkatkan jumlah penjualan berkaitan dengan
strategi produk adalah pelayanan (service). Keber-
hasilan pemasaran produk sangat ditentukan oleh baik
buruknya pelayanan yang diberikan perusahaan dalam
memasarkan produknya. Kotler (1997:156) menjelas-
kan lebih lanjut bahwasanya ”Jika produk fisik tidak
mudah dideferensiasi, kunci suksesnya terletak pada
peningkatan pelayanan dan mutu. Pembeda pelayananSuwarni
Nama Orang JURNAL EKONOMI BISNIS | TAHUN 14 | NOMOR 1 | MARET 2009 22
utama meliputi kemudahan pemesanan, pengiriman,
pemasangan, pelatihan pelanggan, jasa konsultasi
pelanggan, pemeliharaan dan perbaikan dan lain-lain”.
Dari uraian terdahulu maka dapat disimpulkan
bahwa pelayanan yang baik dari suatu perusahaan
sangat penting. Terutama dalam mewujudkan tujuan
dan sasaran perusahaan yaitu memenuhi dan me-
muaskan kebutuhan konsumen atau pelanggan.
Dengan memberikan pelayanan yang baik dapat
memberikan suatu keuntungan bagi perusahaan.
Kualitas produk merupakan hal yang perlu
mendapat perhatian utama dari perusahaan, produsen
mengingat mutu dan kualitas berkaitan erat dengan
masalah kepuasan, yang merupakan tujuan dari
kegiatan pemasaran perusahaan. Mutu merupakan
salah satu alat utama untuk mencapai posisi produk.
Mutu menyatakan tingkat kemampuan suatu merk
atau produk tertentu dalam melaksanakan fungsinya.
Assauri (1999:92) mendefinisikan kualitas pro-
duk sebagai suatu yang menunjukkan ukuran tahan
lamanya produk itu, dapat dipercayainya produk
tersebut, ketepatan produk, mudah mengoperasikan
dan memeliharanya serta atribut lain yang dinilai.
Pendapat lain dari Kotler (1999:37) mengatakan
”Mutu produk merupakan salah satu hasil kegiatan
perusahaan yang dapat menentukan daya saingnya”.
Jadi mutu produk merupakan suatu indikator keber-
hasilan produk dalam bersaing di lingkungan pasarnya.
Strategi Harga
Harga merupakan unsur dalam marketing mix
strategi yang mempengaruhi keputusan konsumen
serta salah satu faktor yang mempengaruhi kegiatan-
kegiatan dalam perusahaan yang berfungsi mencipta-
kan keunggulan komparatif bagi perusahaan.
Harga merupakan satu-satunya unsur market-
ing mix yang menghasilkan penerimaan penjualan,
sedangkan unsur lainnya unsur lainnya hanya merupa-
kan biaya saja. Mc.Charty & Parreault (1995:56)
berpendapat bahwa harga adalah apa yang dikenakan
untuk sesuatu, orang dapat memberi nama yang
berbeda-beda, tetapi semua transaksi bisnis dalam
perekonomian modern dapat dipandang sebagai alat
pertukaran uang adalah harga untuk sesuatu. Sesuatu
itu dapat berupa produk fisik dalam berbagai tingkat
kesempurnaan, dengan atau tanpa pelayanan dukung-
an, dengan atau tanpa jaminan mutu dan sebagainya.
Sedangkan Kotler (1999:107) mengemukakan bahwa
”Harga merupakan satu-satunya elemen bauran
pemasaran yang menghasilkan pendapatan; elemen-
elemen lainnya menimbulkan biaya”. Ahli lain
Swastha & Irawan (1993:24) mengemukakan bahwa
”Harga adalah jumlah uang (ditambah beberapa pro-
duk apabila mungkin) yang dibutuhkan untuk menda-
patkan sejumlah kombinasi dan produk dan pelayanan-
nya”.
Dari penjelasan yang telah diungkapkan maka
dapat ditarik kesimpulan bahwa harga adalah jumlah
uang yang ditetapkan oleh perusahaan yang digunakan
untuk mendapatkan sejumlah produk fisik ataupun non
fisik.
Seperti yang telah diungkapkan dalam pengertian
strategi harga, bahwa harga merupakan salah satu
unsur yang mempengaruhi kegiatan-kegiatan dalam
perusahaan yang berfungsi menciptakan keunggulan
kompetitif bagi perusahaan. Namun seringkali terben-
tur pada kebijakan penetapan harga. Penetapan harga
oleh perusahaan harus disesuaikan dengan situasi
lingkungan dan perubahan yang terjadi terutama pada
saat persaingan yang semakin ketat dan perkembang-
an permintaan yang terbatas.
Penetapan harga yang dilakukan oleh perusahaan
harus memperhatikan tujuan penetapan harga tiu sen-
diri. Hal ono penting, karena tujuan merupakan dasar
atau pedoman bagi perusahaan dalam menetapkan
tingkat harga.
Assauri (1999:106) mengungkapkan adanya
tujuan penetapan harga yaitu, 1) memperoleh laba
yang maksimum, 2) mendapatkan share pasar
tertentu, 3) memperoleh laba dari segmen pasar (mar-
ket skimming), 4) mencapai tingkat hasil penerimaan
penjualan maksimum, 5) mencapai keuntungan yang
ditargetkan, 6) mempromosikan produk. Sedangkan,
Keegan (1997:102) mengungkapkan bahwa ”Tujuan
penetapan harga oleh perusahaan adalah meraup laba
pada segmen pasar (market skimming), penetrasi
pasar, dan menambahkan laba pada biaya produksi
(cost-plus). Sedangkan Kotler (1997:100) meng-
ungkapkan yaitu ”Ada enam tujuan yang ingin dicapai
perusahaan dalam menetapkan tingkat harga, yaitu
1) kelangsungan hidup (survival), 2) laba maksimum
(maximum current profit), 3) pendapatan maksimum
(maximum current revennue), 4) pertumbuhan pen-
jualan maksimum (maximum sales growth), 5) 23 ISSN: 0853-7283
Marketing Mix Strategy dalam Meningkatkan Volume Penjualan
skimming pasar maksimum (maximum market skim-
ming), 6) kepemimpinan mutu produk (product-qual-
ity leadership).
Dari ketiga pendapat maka dapat diambil kesim-
pulan bahwa tujuan dari penetapan harga adalah mar-
ket skimming, memperoleh laba yang maksimal, dan
mempertahnkan pangsa pasar.
Harga yang ditetapkan perusahaan akan dise-
suaikan dengan strategi perusahaan secara keseluruh-
an dalam menghadapi situasi dan kondisi yang selalu
berubah dan diarahkan untuk mencapai tujuan dan
sasaran yang telah ditetapkan untuk periode tersebut.
Hal ini disebabkan karena penetapan harga mempu-
nyai pengaruh langsung terhadap besarnya laba peru-
sahaan, volume penjualan, dan share pasar perusa-
haan.
Pada dasarnya strategi kesamaan harga yang
ditetapkan oleh suatu perusahaan untuk suatu produk
yang dihasilkan atau dipasarkan atas strategi harga
yang sama atau seragam untuk seluruh daerah atau
segmen pasar yang dilayani (single pricing) dan stra-
tegi harga yang tidak seragam untuk beberapa daerah
atau segmen pasar (multi pricing). Perusahaan
menetapkan harga yang tidak seram karena ada
pertimbangan tujuan dan sasaran yang akan dicapai
masing-masing segmen pasar serta situasi dan kondisi
pasar tersebut.
Strategi potongan harga (discount) digunakan
perusahaan perusahaan untuk meningkatkan jumlah
penjualan dan hasil penerimaan penjualan serta share
pasar perushaan.
Strategi syarat pembayaran yang lunak merupa-
kan salah satu faktor yang mempengaruhi keputusan
konsumen. Oleh karena itu, produsen dapat menetap-
kan syarat pembayaran selunak mungkin tetapi tetap
mempertimbangkan tujuan penetapan harga perusaha-
an serta disesuaikan dengan situasi dan kondisi pasar
serta sifat dan perilaku konsumen.
Strategi Promosi
Konsumen potensial merupakan peluang yang
besar bagi produsen untuk memasukkan produknya
sehingga terjadi kesinambungan usaha perusahaan.
Perusahaan berusaha menarik minat konsumen agar
menjadi pelanggan produknya. Usaha yang perlu
dilakukan adalah melalui promosi sebagai rangkaian
rencana pemasaran secara keseluruhan. Strategi ini
pada dasarnya merupakan proses komunikasi yang
ditujukan untuk mempengaruhi perilaku konsumen
kearah pengambilan keputusan yang positif dalam
pembelian bagi perusahaan. Promosi menurut
Mc.Charty & Perrealt (1995:64) ”Promosi adalah
komunikasi informasi antara penjual dan calon pembeli
atau pihak-pihak lain dalam saluran untuk mempe-
ngaruhi sikap dan perilaku”. Stanton (1996:138) meng-
ungkapkan bahwa ”Pada dasarnya promosi merupa-
kan usaha dalam bidang informasi, himbauan (per-
suasi) dan komunikasi”. Sedangkan Swasta & Irawan
(1993:139) berpendapat bahwa ”Promosi adalah
semua jenis kegiatan yang ditujukan untuk mendorong
permintaan”. Maka dari beberapa pendapat ahli di
atas, dapat disimpulkan bahwa promosi adalah arus
informasi atau persuasi satu arah yang dibuat untuk
mengarahkan seseorang atau organisasi kepada tin-
dakan yang menciptakan pertukaran atau transaksi
dalam pemasaran.
Promosi
Ada beberapa faktor yang menjadi penentu kebi-
jakan penggunaan promosi yang efektif sehingga men-
capai tujuan dan pasar sasaran yang telah ditetapkan.
Kotler & Amstrong (1998:88) mengungkapkan faktor-
faktor yang menjadi penentu kebijakan penggunaan
promosi yaitu 1) tipe produk/pasar, pentingnya perbe-
daan alat promosi bervariasi antara pasar konsumen
dan industri. Perusahaan produk konsumen biasanya
mengalokasikan lebih banyak dana untuk iklan,
menyusul promosi penjualan, penjualan perorangan,
danhubungan masyarakat. Sedangkan perusahaan
industri mengalokasikan dananya sebagian besar untuk
penjualan perorangan, dan lainnya digunakan untuk
iklan, menyusul promosi penjualan, serta hubungan
masyarakat, 2) Strategi dorong dan tarik, strategi
dorong adalah strategi promosi yang menggunakan
tenaga penjual dan promosi perdagangan untuk men-
dorong produk lewat saluran distribusi. Sedangkan
strategi tarik adalah strategi promosi yang banyak
menggunakan biaya untuk periklanan dan promosi
untuk menumbuhkan permintaan 3) strategi daur hidup
produk, tahap perkenalan iklan dan hubungan masya-
rakat baik untuk menghasilkan kesadaran serta pro-
mosi penjualan untuk penjualan awal. Sedangkan pen-
jualan perorangan dilaksanakan agar pedagang mau
menjual produk tersebut. Tahap pertumbuhan, iklanSuwarni
Nama Orang JURNAL EKONOMI BISNIS | TAHUN 14 | NOMOR 1 | MARET 2009 24
dan hubungan masyarakat terus memberikan penga-
ruh kuat, sedangkan promosi penjualan dapat dikurangi
karena lebih sedikit insentif yang diperlukan. Tahap
dewasa, promosi penjualan menjadi relatif penting
daripada iklan. Pembeli mengetahui merk iklan hanya
diperlukan untuk mengingatkan mereka akan produk.
Tahap penurunan, iklan tetap dilakukan untuk meng-
ingatkan, dan tenaga penjual hanya sedikit memper-
tahankan produk. Akan tetapi, promosi penjualan
dapat tetap dipertahankan.
Kotler & Amstrong (1998:11) mengungkapkan
bahwa periklanan merupakan bentuk presentasi bukan
perorangan dan promosi gagasan, barang atau jasa,
yang dibayar oleh sponsor tertentu.
Periklanan
Periklanan sebagai salah satu sarana promosi
merupakan komunikasi massal dengan para pelang-
gan potensial melalui media komunikasi umum. Ini
dimaksudkan untuk mempromosikan produk tertentu
sekaligus menghasilkan goodwill bagi keseluruhan
perusahaan atau industri.
Tujuan periklanan seperti diungkapkan oleh
Kotler & Amstrong (1998:137) adalah, 1) untuk meng-
informasikan pasar tentang suatu produk baru,
mengusulkan kegunaan baru suatu produk, memberi-
tahukan pasar tentang perubahan harga, menjelaskan
cara kerja suatu produk, 2) untuk membujuk (mem-
bentuk preferensi merek, mendorong alih merek, me-
ngubah persepsi pembeli tentang produk) 3) untuk
mengingatkan (mengingatkan pembeli bahwa produk
tersebut mungkin akan dibutuhkan kemudian, meng-
ingatkan pembeli dimana dapat membelinya). Menurut
Assauri (1999:36) tujuan lain dari periklanan didasar-
kan pada sasarannya yaitu untuk periklanan informatif
(dilakukan secara besar-besaran dengan tujuan mem-
bentuk suatu permintaan pertama), periklanan persua-
sif (dilakukan dengan tujuan membentuk permintaan
tertentu terhadap suatu merek tertentu), iklan meng-
ingat (sangat penting dilakukan oleh produk yang sudah
mapan untuk memberitahu konsumen bahwa produk
tersebut masih ada). Pilihan tujuan periklanan didasar-
kan pada analisis mendalam mengenai situasi pema-
saran sekarang.
Promosi Penjualan
Bila iklan menawarkan alasan untuk membeli
maka promosi penjualan adalah menawarkan insentif
untuk pembelian. Kotler (1997:57) mengungkapkan
bahwa ”promosi penjualan terdiri dari kumpulan kiat
insentif yang beragam, kebanyakan berjangka pendek,
dirancang untuk mendorong pembelian suatu produk
atau jasa tertentu secara lebih cepat atau lebih besar
oleh konsumen atau pedagang”.
Promosi penjualan mencakup kiat untuk promosi
konsumen (sampel kupon, penawaran pengembalian
uang, potongan harga premi, hadiah, hadiah lang-
ganan, percobaan gratis, garansi, pajangan ditempat
pembelian dan demontrasi), promosi perdagangan
(potongan harga, tunjangan iklan, dan barang gratis),
promosi bisnis dan wiraniaga (pameran dan konvensi
perdagangan, kontes untuk wiraniaga, dan iklan
khusus).
Personal Selling
Gambaran tentang personal selling ini di dukung
oleh pendapat Assauri (1999:51) yang mendefinisikan
”Personal selling adalah penyajian secara lisan oleh
perusahaan kepada satu atau beberapa calon pembeli
dengan tujuan agar produk yang ditawarkan dapat
terjual”. Sedangkan Kotler & Amstrong (1998:48)
menjelaskan ”Personal selling adalah komunikasi
pribadi dua arah antara wiraniaga dengan pelanggan
individual, bisa dengan tatap muka, lewat telepon,
konferensi, video, atau cara lain”.
Penjualan perorangan atau personal selling
lebih menekankan pada pendekatan personal atau se-
cara umum sebagai armada penjual berfungsi sebagai
mata rantai kritis antara sebuah perusahaan dengan
pelanggannya.
Publisitas
Publisitas menurut ungkapan Assauri (1999:58)
”Stimulasi permintaan akan suatu produk dengan cara
memuat berita yang mempunyai arti komersial,
pemuatan berita ini pada dasarnya tidak dibayar oleh
perusahaan sponsor”. Publisitas dilakukan oleh produ-
sen melalui penyusunan berita dan informasi mengenai 25 ISSN: 0853-7283
Marketing Mix Strategy dalam Meningkatkan Volume Penjualan
produknya yang menarik konsumen sehingga diharap-
kan dapat mempengaruhi keputusan konsumen.
Sarana yang efektif digunakan untuk publisitas
diantaranya adalah radio, televisi atau pertunjukkan”.
Bagi perusahaan besar, publisitas termasuk da-
lam bagian hubungan masyarakat, dimana kegiatan-
nya ditunjukkan untuk mendapat goodwill. Bentuk
kegiatannya dapat berupa pemberian pers, komunikasi
perusahaan dan konsultasi.
Saluran distribusi
Dalam kaitannya dengan strategi saluran distri-
busi terdapat tiga aspek pokok yang berkaitan dengan
strategi distibusi yaitu, 1) sistem transportasi perusa-
haan, 2) sistem penyimpanan, 3) sistem pemilihan
saluran distribusi. Sistem trasportasi berkaitan dengan
kegiatan membawa produk agar sampai ketangan
konsumen, sedangkan sistem penyimpanan berkaitan
dengan bagaimana caranya agar barang atau produk
tidak rusak sewaktu disimpan sebelum dipasarkan.
Berkaitan dengan siapa yang akan menyampaikan
produk tersebut kepada konsumen diperlukan adanya
sistem pemilihan distribusi.
Dalam sistem distribusinya, produsen dsering
menggunakan perantara sebagai penyalurnya. Penya-
lur atau perantara (middleman) merupakan usaha
bisnis yang berdiri sendiri dan beroperasi sebagai
penghubung antara produsen dan konsumen akhir
atau pemakai industri. Perantara tersebut memberi-
kan pelayanan dalam hubungannya dengan pembelian
dan penjualan barang dari produsen ke konsumen.
KESIMPULAN
Di dalam mengambil keputusan di bidang mar-
keting hampir selalu berkaitan dengan variabel-
variabel marketing mix. Oleh karena itu, marketing
mix sangat penting dan dapat dipakai sebagai alat
pemasaran praktis.
Tekanan utama dari marketing mix adalah pasar
karena pada akhirnya produk yang ditawarkan oleh
perusahaan diarahkan ke pasar. Kebutuhan pasar
dipakai sebagai dasar untuk menentukan macam
produknya, demikian pula keadaan pasar tehadap
berbagai macam alternatif harga, promosi dan distri-
busi. Masalah ini menunjukkan perusahaan untuk
mengalokasikan kegiatan pemasarannya pada masing-
masing variabel marketing mix.
DAFTAR RUJUKAN
Assauri, S. 1999. Manajemen Pemasaran. Dasar Konsep,
dan Strategi. Jakarta: Rajawali Press.
Cravens, D.W. 2006. Pemasaran Strategis. Terjemahan
Lina Salim. Jakarta: Erlangga.
Downey. 2002. Manajemen Agribisnis. Edisi Ketiga.
Terjemahan Ganda S. dan Alfonsus Sirait. Jakarta:
Erlangga.
Engel, J.F. 1998. Perilaku Konsumen. Terjemahan oleh F.X.
Budiyanto. Jakarta: Binarupa Aksara.
Keegen, W.J. 2004. Manajemen Pemasaran Global. Jilid I.
Terjemahan Alexander Sindoro. Jakarta: Ghalia Indo-
nesia.
Kotler, P. 1995. Manajemen Pemasaran (Analisis Peren-
canaan, Implementasi dan Pengendalian). Terje-
mahan oleh Hendra Teguh dan Ronny A. Rusli.
Jakarta: Erlangga.
Kotler, P., dan Amstrong. 2005. Dasar-dasar Pemasaran Jilid
2. Terjemahan Alexandor Sindoro. Jakarta: Pernhallindo.
Stanton, W.J. 1996. Prinsip Pemasaran. Terjemahan oleh
Agus Budiyanto. Jakarta: Erlangga.
Swastha, B., dan Irawan. 1993. Manajemen Pemasaran
Modern. Yogyakarta: BPFC-YKPN.
Tjiptono, F. 2000. Strategi Pemasaran. Cetakan Kedua.
Yogyakarta: Penerbit Andi.

Mau Presentasi Sehebat Trainer ?

Mau Presentasi Sehebat Trainer ?
Info detail hubungi WA 085852316552
Ringga Arie Suryadi. Diberdayakan oleh Blogger.