Klik Gambar

Jumat, 24 Desember 2010

Jurnal Manajemen & Bisnis ANALISIS KOMPARATIF RESIKO KEUANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) KONVENSIONAL DAN BPR SYARIAH


Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 7 Juni 2006

ANALISIS KOMPARATIF RESIKO KEUANGAN
BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) KONVENSIONAL DAN BPR SYARIAH


Umar Hamdan - Dosen Fakultas Ekonomi & Program Studi MM Unsri.
Andi Wijaya - Alumni Program Studi MM Unsri tahun 2005


ABSTRACT
The objectives of this research is to analyze and compare the financial risk in two
type of BPRs, which are conventional and syariah. The samples of this research are two
BPRs: Conventional BPR “S” and Syariah BPR “F”. The method of analysis used are
financial ratios and discriminant analysis (Z-Score method). The study results show that
financial risk of Syariah BPR “F” relatively lower than of Conventional BPR “S”.

Key words: BPR, Financial Risk, Financial Ratios, Discriminant Analysis.



I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bank Perkreditan Rakyat (BPR), menurut UU RI nomor 10 tahun 1998, adalah bank
yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang
dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Secara nasional kegiatan operasional BPR selama periode 1999–2003 (Maret)
mengalami perkembangan yang cukup stabil. Berdasarkan data Bank Indonesia, selama periode
tersebut, total asset bertumbuh dari Rp. 3.462 milliar menjadi Rp. 9.723 milliar, atau naik rata-
rata 35 % per tahun, penyaluran kredit dari Rp. 2.452 miiliar menjadi Rp. 7.088 milliar (naik
rata-rata 35,7 %), dana pihak ketiga dari Rp. 2.038 milliar menjadi Rp. 6.629 milliar (naik rata-
rata 39,3 %). Selama periode tersebut, laba tahun berjalan terus bertambah. Yang menarik,
jumlah penyaluran kredit melebihi jumlah dana pihak ketiga, berarti fungsi intermediasi
keuangan ternyata dapat berjalan dengan baik. (Sawaldjo Puspopranoto, 2002, hal. 123)
Industri BPR secara makro dinilai Bank Indonesia dalam kondisi cukup baik, karena
hampir seluruh BPR menunjukkan kinerja yang baik dan hanya sebagian kecil yang di-BBKU-
kan. Dari jumlah 2400 unit BPR, sejak 1996 hingga kini hanya 178 unit yang di-BBKU-kan
oleh Bank Indonesia. Mengingat kondisi usaha yang dinilai bagus, Bank Indonesia melalui
berbagai langkah antara lain merger, konsolidasi, akuisisi serta regulasi dan paket pengawasan
yang lebih intensif berupaya menjadikan BPR menjadi basis untuk Lembaga Keuangan Mikro
(LKM) di Indonesia. Dari tahun ke tahun, modal disetor BPR secara nasional terus bertambah.
Tahun 2001, menurut data BI dalam buku BPR terbitan BI, modal disetornya Rp. 936 milliar,
tahun 2002 jumlahnya bertambah 25 % menjadi Rp. 1,17 trilliun. Tahun 2003 naik 24 %
menjadi Rp. 1,24 trilliun, dan per Maret 2004 jumlahnya mencapai Rp. 1,48 trilliun.
Umar Hamdan & Andi Wijaya


Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 7 Juni 2006

2
Di daerah Sumatera Selatan, jumlah BPR telah mencapai 12 BPR, dimana diantaranya
juga terdapat BPR Syariah. BPR lebih mengkhususkan diri ke arah pemberian kredit, sifatnya
retail dan tidak kompleks seperti halnya bank umum.
Keberadaan BPR dalam perekonomian nasional dan daerah sangat penting dalam upaya
meningkatkan taraf hidup rakyat melalui penghimpunan dan penyaluran dana terutama kepada
usaha kecil dan mikro. Tulisan ini mengkaji bagaimana tingkat resiko bisnis BPR Konvensional
dan BPR Syariah di Sumatera Selatan.

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana tingkat resiko bisnis BPR Konvensional dan BPR Syariah.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan tulisan ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis tingkat resiko bisnis BPR
Konvensional dan BPR Syariah.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah
1. Masyarakat pembaca mengetahui perbandingan tingkat resiko keuangan/bisnis BPR
Konvensional dan BPR Syariah.
2. Sebagai masukan bagi manajemen BPR dalam menyusun kebijakan perusahaannya.


II. TINJAUAN PUSTAKA

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 Butir 1 menyebutkan batasan Bank adalah badan
usaha yang menghimpun dan dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya
kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Menurut Undang-
undang tersebut dan dipertegas lagi dengan Undang-undang RI nomor 10 tahun 1998, ada dua
jenis bank yaitu : Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
BPR dilarang untuk menerima simpanan giro, wilayah operasinya hanya tertentu saja,
modal awalnya relatif lebih kecil dari bank umum, dan tidak diperkenankan ikut dalam kliring
serta transaksi valuta asing. (Kasmir, 2003, hal. 21).
Tugas pokok BPR adalah mengembangkan persekonomian rakyat di daerah, terutama
pedesaan, bagi golongan ekonomi lemah, dengan membantu pembiayaan, dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat. Dalam melaksanakan fungsinya, BPR melakukan kegiatan-
kegiatan:
1. Menghimpun dana jangka pendek, menengah, dalam bentuk Tabungan dan Deposito.
2. Pembinaan dan pembiayaan dunia usaha, khususnya membantu pengembangan usaha
golongan ekonomi lemah.
3. Memobilisasikan dana masyarakat sebagai sumber pembangunan di daerah.
Analisis Komparatif Resiko Keuangan BPR Konvensional dan BPR Syariah


Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 7 Juni 2006

3
4. Memberikan pembiayaan jangka pendek, menengah dan panjang kepada perusahaan-
perusahaan perorangan untuk keperluan pembangunan, produksi, rehabilitasi, dan
modernisasi.
5. Penyertaan dalam modal yang tidak bersifat tetap, dengan persetujuan dan syarat-syarat
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
6. Melakukan kerja sama sesama bank dan Lembaga Keuangan.
7. Menjalankan usaha-usaha perbankan lainnya, sepanjang tidak bertentangan dengan
peraturan dan Undang-Undang yang berlaku. Untuk BPR Syariah ditambah Syariah Islam.


2.1. Perbedaan Sistem Bank Konvensional dan Bank Syariah

Perbedaan kedua system dapat dilihat dari sisi penghimpunan dan penyaluran dana.
Dari sisi penghimpunan dana kedua sistem perbankan ini bertujuan untuk memobilisasi dana
masyarakat. Namun dalam system syariah dimaksudkan untuk memobilisasi dana
masyarakat yang belum tersentuh oleh perbankan konvensional, karena adanya masalah
bunga. Dalam pembiayaan atau penyaluran dana, sistem perbankan konvensional
menekankan pada hubungan antara debitur dan kreditur, sedangkan sistem syariah lebih
menekankan pada prinsip keleluasaan dalam akad kredit dan kemitraan. Selain itu juga ada
perbedaan yang menyangkut aspek hukum, struktur organisasi, usaha yang dibiayai, dan
lingkungan kerja.
Perbedaan antara Bank Konvensional dan Bank Syariah dapat diringkas dalam Tabel
berikut:

Tabel 1. Perbedaan Sistem antara Bank Konvensional dan Bank Syariah

Bank Konvensional Bank Syariah
Investasi halal dan haram Investasi yang halal saja
Status bank “intermediary” Status bank “intermediary dan investor”
Sistem bunga dan fee Sistem bagi hasil, margin dan fee
Bunga atas dasar pokok Nisbah bagi hasil dari proyeksi penjualan
Pembayaran bunga tidak mempertimbangkn
usaha
Pembayaran bagi hasil tergantung realisasi
hasil usaha
Bank tidak menanggung resiko Bank ikut menanggung resiko usaha
Kehalalan bunga diragukan Halal
Tidak ada Dewan Pengawas Syariah Ada Dewan Pengawas Syariah
Sumber: Prosiding Seminar Nasional IAI & FE Unsri, 5 Juli 2005

2.2. Persamaan Sistem Bank Konvensional dan Bank Syariah

Persamaaan kedua sistem perbankan tersebut terletak pada teknis penerimaan uang,
mekanisme transfer, teknologi komputer, syarat-syarat umum untuk memperoleh kredit,
misalnya KTP, NPWP, proposal, laporan keuangan dan lainnya.



Umar Hamdan & Andi Wijaya


Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 7 Juni 2006

4
2.3. Produk/Jasa yang ditawarkan Bank Konvensional dan Bank Syariah

Secara umum ada tiga bagian besar produk yang ditawarkan Bank konvensional dan
Bank Syariah:
1) Produk Penghimpunan Dana (funding)
2) Produk Penyaluran Dana (financing); dan
3) Produk Jasa (services)

2.3.1. Bank Konvensional

Produk penghimpunan dana antara lain adalah giro, tabungan dan deposito.
Penyaluran dana dapat berbentuk kredit konsumsi, kredit investasi dan kredit modal kerja.
Sedangkan produk jasa berbankan konvensional, misalnya jasa konsultansi, pengurusan
transaksi ekspor dan impor, valuta asing, dan lainnya.

2.3.2. Bank Syariah

Penghimpunan dana pada bank syariah menerapkan prinsip Wadi’ah dan
Mudhararabah. Prinsip Al-Wad’ah yaitu serbagai titipan murni dari satu pihak ke pihak lain,
baik individu maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan kepada si penitip.
Prinsip Al-Wadiah (trust depository) dapat di bagi atas Al-Wadiah Yad Amanah dan
Al-Wadiah Yad Adh Dhamanah. Aplikasi konsep Al-Wadiah Yad Amanah dalam bank
syariah adalah pihak yang menerima titpan tidak boleh menggunakan dan memanfaatkan
uang atau barang yang dititipkan, jadi harus dijaga sesuai dengan kelaziman. Dalam ini
penerima titipan dapat membebankan biaya titip kepada penitip.
Konsep Al-Wadiah Yad Adh Dhamanah, dalam konsep ini pihak yang menerima
titipan boleh menggunakan uang atau barang yang dititipkan, tentunya pihak Bank dalam hal
ini mendapatkan bagi hasil dari pengguna dana. Bank dapat memberikan bonus kepada
penitip.
Prinsip Mudharrabah penyimpan atau deposan bertindak sebagai pemilik modal
(syahibul mall), bank sebagai mudharrib (pengelola dana). Dana tersebut digunakan bank
untuk melakukan murabahah, mudharrabah dimana kedua hasil ini akan dibagi hasilkan
berdasarkan nisbah yang disepakati dalam hal bank menggunakannya untuk melakukan
mudharrabah kedua, maka bank bertanggung jawab penuh atas kerugian yang terjadi. Rukun
Mudharrabah terpenuhi sempurna ada mudharrib, ada pemilik dana, ada usaha yang akan
dibagihasilkan, ada nisbah dan ada ijab Kabul. Prinsip ini diaplikasikan pada produk
tabungan berjangka dan deposito berjangka.
Penyaluran dana pada bank Syariah dilakukan melalui pembiayaan dengan prinsip
jual beli, pembiayaan dengan prinsip sewa, dan pembiayaan dengan prinsip bagi hasil.
Prinsip pembiayaan dengan jual beli dilaksanakan sehubungan dengan perpindahan
kepemilikan barang atau benda (transfer of property). Tingkat keuntungan bank ditentukan
didepan dan menjadi bagian harga atas barang yang dijual. Transaksi jual beli dapat
dibedakan berdasarkan bentuk pembayarannya dan waktu penyerahan barangnya, yaitu sbb.:
1) Pembiayaan Al Murabahah (Ba’i). Jual beli barang pada harga asal dengan tambahan
keuntungan yang disepakati. Dalam hal ini penjual harus memberitahu harga pokok yang
ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahan sedangkan
Analisis Komparatif Resiko Keuangan BPR Konvensional dan BPR Syariah


Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 7 Juni 2006

5
pembayaranm dilakukan dengan cara cicilan. Contoh, pembiayaan konsumtif dalam
pembelian kenderaan bermotor, rumah atau investasi modal kerja.
2) Salam, yaitu jual beli dilakukan dimana pembeli memberikan uang terlebih dulu terhadap
barang yang telah disebutkan spesifikasinya dan diantarkan kemudian. Biasanya
digunakan untuk produk-produk pertanian berjangka pendek.
3) Istishna’, merupakan kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang, dalam
kontrak itu pembuat barang menerima pesanan dari pembeli. Pembuat barang lalu
berusaha melalui orang lain untuk membuat atau membeli barang menurut spesifikasi
yang telah disepakati dan menjualnya kepada pembeli akhir. Kedua belah pihak
bersepakat atas harga serta sistem pembayaran, apakah pembayaran dilakukan dimuka,
melalui cicilan atau ditangguhkan sampai suatu waktu dimasa datang. Contoh transaksi
bank sebagai penjual kepada pemilik proyek, pembeli atau mensubkan kepada sub
kontraktor.
4) Prinsip pembiayaan dengan sewa (ijarah). Pada prinsipnya sama dengan jual beli tetapi
perbedaannya pada jual beli objek transaksi adalah barang, tetapi pada ijarah objek
trsansaksinya adalah jasa.
Pengertian resiko menurut Silalahi (1997), dikutip dari Husien Umar (2001, hal 5)
adalah:
- Resiko adalah kesempatan timbulnya kerugian
- Resiko adalah probabilitas timbulnya kerugian
- Resiko adalah ketidak pastian
- Resiko adalah penyimpangan aktual dari yang diharapkan
- Resiko adalah probabilitas suatu hasil akan berbeda dari yang diharapkan
Sedangkan manajemen resiko adalah suatu cara yang proaktif, terkoordinasi, bernilai
efektif, dan memahami pemrioritasan dalam menanggulangi ancaman terhadap perusahaan.
Menurut Hampel, et.al (1994:88) resiko perbankan dipengaruhi oleh lingkungan, sumberdaya
manusia, layanan keuangan, dan neraca. Berdasarkan karakteristik perbankan tersebut, maka
resiko terdapat diklasifikasikan atas: environmental risks (resiko lingkungan), management risks
(resiko manajemen), delivery risks (resiko operasi), dan financial risks (resiko keuangan).
Resiko keuangan dapat ditelusuri melalui analisis rasio keuangan dan analisis diskriminan
keuangan. Menurut Hempel (1994: 89), cara mengukur dan mengelola resiko keuangan
(financial risks) perbankan, sebagai berikut:
1. Resiko kredit dapat diatasi dengan cara:
− Melakukan analisis kredit secara baik dan benar;
− Dokumentasi kredit
− Pengendalian dan pengawasan kredit
− Penilaian terhadap resiko khusus
2. Resiko Likuiditas dapat diatasi dengan cara:
− Membuat perencanaan likuiditas
− Membuat rencana kontingensi
− Analisis biaya dan penentuan bunga kredit
− Pengembangan sumber pendanaan
3. Resiko Suku bunga dapat diatasi dengan cara:
− Membuat analisis kepekaan bunga terhadap aktiva
− Membuat analisis durasi, penilaian bunga antar waktu
Umar Hamdan & Andi Wijaya


Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 7 Juni 2006

6

4. Resiko leverage dapat diatasi dengan cara:
− Membuat perencanaan modal
− Analisis pertumbuhan usaha berkelanjutan
− Memantapkan kebijakan dividen
− Melakukan penyesuaian resiko terhadap kecukupan modal

2.3.3. Rasio-rasio Keuangan Bank

Rasio-rasio keuangan bank dapat dikelompokkan atas rasio-rasio likuiditas, rasio-rasio
solvabilitas, dan rasio-rasio rentabilitas (profitabilitas), sebagai berikut: (Hempel, 1994, hal.74)
a. Rasio Likuiditas
Rasio ini bertujuan untuk mengukur seberapa likuid suatu bank. Ada beberapa jenis
rasio dalam rasio likuiditas, yaitu :
1. Assets to Loan Ratio
2. Cash Ratio
3. Loan to Deposit Ratio (LDR)
b. Rasio Solvabilitas
Rasio ini bertujuan mengukur efisiensi bank dalam menjalankan aktivitasnya. Beberapa
jenis ratio dalam solvabilitas ratio yaitu :
1. Capital Ratio
2. Capital Risk
3. Capital Adequacy Ratio
c. Rasio Rentabilitas
Rasio yang bertujuan untuk mengukur efektivitas bank mencapai tujuannya. Beberapa
jenis rasio dalam rentabilitas ratio yaitu :
1. Gross Profit Margin
2. Net Profit Margin
3. Return on Equity Capital

2.3.4. Analisis Diskriminan (Z-Score)

Analisis Z-score dikembangkan oleh Prof. Edward Alman dengan tujuan untuk
mendeteksi apakah suatu perusahaan dalam kondisi diambang kebangkrutan (financial distress).
Metode ini disebut juga dengan multiple discriminant analysis (Emery & Finnerty, 1998: 884).
Oleh karena itu analsis ini dapat digunakan untuk mengukur tingkat resiko keuangan suatu
perusahaan.
Untuk menghitung Z-Score ini terlebih dahulu harus menghitung lima jenis rasio
keuangan, yaitu; (Husien Umar, 1998, hal.354-356)
1) Working Capital to Total Assets Ratio (X1)
2) Retained Earning to Total Asset Ratio (X2)
3) Earning Before Interest & Taxes to Total Asset (X3)
4) Market Value of Equity to Book Value of Debt (X4)
5) Sales to Total Asset Ratio (X5)

Z-Score = 1,2(X1)+(,4(X2)+3,(X3)+0,6(X4)+1(X5)
Analisis Komparatif Resiko Keuangan BPR Konvensional dan BPR Syariah


Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 7 Juni 2006

7

Untuk menganalisis hasil perhitungan model Z-score, digunakan angka interpretasi yang
dikembangkan oleh Prof. Edward Altman, sebagai berikut: (Emery & Finnerty, 1997: 886)

Score Prediction
Z > 2.99 Firm will not fail within 1 year
1.81 < Z < 2.99 Gray area within which it is difficult to
discriminate effectively
Z < 1.81 Firm will fail in 1 year


III. METODE PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian

Metode penelitian dikategorikan studi kasus, karena membahas suatu objek penelitian
secara rinci dan mendalam.

3.2. Populasi dan Sampel

Populasi sampel berjumlah 12 BPR, terdiri dari 11 BPR Konvensional dan 1 BPR
Syariah. Dari populasi tersebut penulis mengambil 2 sampe BPR, yaitu satu BPR Konvensional
dan satu BPR Syariah. Selanjutnya sampel BPR yang diteliti diberi kode nama BPR
Konvensional “S” dan BPR Syariah “F”. Adapun tennik pengambilan sampel dilakukan
secara purpossive sampling, dengan alasan hanya ada saru BPR Syariah dan untuk kesesuaian
diambil pula satu BPR Konvensional.

3.3. Variabel- Variabel Penelitian

Variabel-variabel utama penelitian adalah pos-pos dalam Neraca terdiri dari: Kas, giro,
kredit yang diberikan, aktiva tetap dan aktiva lain, kewajiban segera, tabungan, deposito,
pinjaman, dan ekuitas. Pos-pos dalam Daftar Rugi/Laba : pendapatan bunga, beban bunga,
pendapatan operasi lainnya, pendapatan non operasi, beban non operasi, pajak dan laba bersih.

3.4. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian di 16 Ilir Palembang dan Kelurahan Sukajadi di Talang Kelapa
Kabupaten Banyuasin.

3.5. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan cara mempelajari data
sekunder, yaitu laporan keuangan BPR Konvensional “S” dan BPR Syariah “F”.

3.6. Teknik Analisis

Umar Hamdan & Andi Wijaya


Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 7 Juni 2006

8
Analisis analisis rasio keuangan dan analisis diskriminan keuangan.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Uraian Singkat BPR Sampel

PT. Bank Perkreditan Rakyat Konvensional “S” berlokasi di kawasan Pasar 16 ilir
Palembang yang beroperasi sejak tahun 1990. Sesuai ketentuan pemerintah, bentuk badan
hukum BPR adalah Perseroan Terbatas. Sasaran utama operasi bank ini adalah para pedagang
kecil dan mikro yang berada di kawasan Pasar 16 ilir, Beringin Janggut, TP Rustam Effendi,
dan sekitarnya. Kegiatan yang dilakukan adalah menerima simpanan dan menyalurkan kredit
modal kerja dan investasi bagi usaha kecil dan mikro tersebut. Disamping itu juga memberikan
kredit konsumsi kepada debitur tertentu. Modal ekuitas (saham) BPR sebesar Rp 3 milyar dan
telah disetor penuh.
PT. Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah “S” berdiri dengan akte Notaris Amunis Akte No.
2 tanggal 7 Januari 1994 dan mulai beroperasi Januari 1995. BPR ini berlokasi di kelurahan
Sukajadi, kecamatan Talang Kelapa, kabupaten Banyuasin. Modal dasar BPR sebesar Rp 500
juta dan telah disetor penuh. Sasaran utama operasi bank ini adalah para pedagang kecil dan
mikro, usaha kerajinan batubata, genteng, petani, peternak yang berada di kelurahan dan desa-
desa di Kecamatan Talang Kelapa. BPR ini menerima simpanan dan menyalurkan kredit modal
kerja dan investasi bagi usaha kecil dan mikro tersebut. Disamping itu juga memberikan kredit
konsumsi kepada debitur tertentu dengan prinsip syariah.

4.2. Perkembangan Keuangan

Perkembangan keuangan kedua bank sampel, yaitu BPR konvensional “S” dan BPR
Syariah “F” disajikan dalam bentuk laporan Neraca dan Daftar Rugi/Laba selama 3 (tiga ) tahun
yaitu periode 2001-2003.

4.2.1. Neraca dan Rugi/Laba BPR Konvensional “S”

Perkembangan neraca dan rugi/laba BPR Konvensional “S” dapat dilihat dalam Tabel :

Tabel 2 : Perkembangan Neraca BPR Konvensional “S” Selama Tahun 2001-2003

No POS-POS 2001 2002 2003
Aktiva (ribuan rupiah) (ribuan rupiah) (ribuan rupiah)
1 Kas 29,346 3,952 93,160
2 Giro pada bank lain 4,047,760 5,362,689 5,667,066
3 Penempatan pada bank lain 4,000,000
4 Surat-surat berharga 7,200,000 2,200,000
Kredit yang diberikan
5 a. Pihak Terkait dengan bank
6 b. Pihak lain 4,645,827 7,515,843 8,042,758
Penyisihan Ph. Kredit -/- 340,989 340,989 337,489
7 Aktiva Tetap 938,178 942,928 954,388
Akumulasi Ph. Aktiva Tetap -/- 617,939 669,144 720,252
Analisis Komparatif Resiko Keuangan BPR Konvensional dan BPR Syariah


Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 7 Juni 2006

9
8 Aktiva Lain-lain 421,330 222,939 153,095
Jumlah 16,323,513 15,238,218 17,852,726
Kewajiban
1 Kewajiban segera lainnya 137,699 237,739 471,988
2 Tabungan 9,348,847 7,974,982 9,493,383
3 Deposito
a. Pihak Terkait dengan bank 157,500 225,000
b. Pihak lain 2,711,800 2,269,585 3,227,615
4 Pinjaman yang diterima
5 Kewajiban lain-lain 323,458 210,803 159,537
6 Modal Pinjaman
7 Ekuitas
a. Modal Disetor 3,000,000 3,000,000 3,000,000
b. Modal Sumbangan
c. Selisih Penilaian kembali aktiva tetap
d. Laba ditahan 801,709 1,387,609 1,275,203
Jumlah 16,323,513 15,238,218 17,852,726
Sumber : Laporan Keuangan BPR Konvensional “S”, disusun oleh Penulis.

Total aktiva BPR konvensional “S” selama tiga tahun mengalami fluktuasi, pada tahun
2001 berjumlah Rp 16,3 milyar, turun menjadi Rp 15,2 milyar dan kemudian naik lagi menjadi
Rp 17,8 milyar. Penurunan pada tahun 2002 disebabkan oleh pos-pos : surat berharga turun
sebesar Rp 5 milyar dan aktiva lain-lain sekitar Rp 200 juta.
Perkembangan rugi/laba BPR Konvensional “S” dapat dilihat dalam Tabel :

Tabel 3 : Perkembangan Daftar Rugi/Laba BPR Konvensional “S”
Selama Tahun 2001-2003

No POS-POS 2001 2002 2003
(ribuan Rp) (ribuan Rp) (ribuan Rp)
1 Pendapatan Bunga 1,393,748 2,254,753 2,412,827
2 Beban Bunga -/- 841,396 877,248 1,139,206
3 Pendapatan Bunga Bersih 552,352 1,377,505 1,273,621
4 Pendapatan Ops Lainnya +/+ 323,821 429,015 283,353
5 Beban Ops Lainnya -/- 275,520 452,245 470,880
6 Jumlah Pend. & Beban Ops 600,653 1,354,275 1,086,095

Pendapatan dan Beban Non
Operasional
7 Pendapatan Non Operasional +/+ 60,065 151,679 119,470
8 Beban Non Operasional -/- 36,039 106,175 77,656
9 Laba Sebelum Pajak 624,679 1,399,779 1,127,909
10 Pajak Penghasilan -/- 93,702 209,967 169,186
11 Laba Bersih 530,977 1,189,812 958,723
Sumber : Laporan Keuangan BPR Konvensional “S”, disusun kembali oleh Penulis.

Tabel diatas menunjukkan adanya peningkatan pendapatan bunga selama tahun 2001-
2003, di mana pendapatan bunga tahun 2001 sebesar Rp 1,3 milyar, naik menjadi Rp 2,2 milyar
dan tahun 2003 Rp 2,4 milyar. Demikian pula pendapatan non operasional dan beban non
Umar Hamdan & Andi Wijaya


Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 7 Juni 2006

10
operasional menunjukkan adanya peningkatan. Laba bersih mengalami fluktuasi, dimana pada
tahun 2002 sebesar Rp 1,1 milyar, meningkat dibanding tahun 2001, tetapi kemudian turun
menjadi Rp 958,7 juta pada tahun 2003.

4.2.2. Neraca dan Rugi/Laba BPR Syariah “F”

Perkembangan neraca dan rugi/laba BPR Syariah “F” dapat dilihat dalam Tabel sebagai
berikut:

Tabel 4 : Perkembangan Neraca BPR Syariah “F” Selama Tahun 2001-2003

No POS-POS 2001 2002 2003
Aktiva (ribuan rupiah) (ribuan rupiah) (ribuan rupiah)
1 Kas 6,831 21,683 24,935
2 Giro pada bank lain 9,993 9,295 10,317
3 Penempatan pada bank lain 1,820,923 644,061 721,348
4 Surat-surat berharga
Kredit yang diberikan
5 a. Pihak Terkait dengan bank 16,663 108,951 117,667
6 b. Pihak lain 712,827 682,608 757,695
Penyisihan Ph. Kredit -/- 7,930 14,035 16,842
7 Aktiva Tetap 116,378 118,375 134,948
Akumulasi Ph. Aktiva Tetap -/- 58,933 71,438 85,726
8 Aktiva Lain-lain 21,553 25,863 29,742
Jumlah 2,638,305 1,525,363 1,694,086
Kewajiban
1 Kewajiban segera lainnya 3,035 5,291 6,614
2 Tabungan 1,952,792 640,611 777,859
3 Deposito
a. Pihak Terkait dengan bank 15,000 26,400 33,000
b. Pihak lain 23,000 108,700 136,962
4 Pinjaman yang diterima
5 Kewajiban lain-lain 20,863 43,385 49,893
6 Modal Pinjaman 37,950 47,438
7 Ekuitas
a. Modal Disetor 500,000 500,000 500,000
b. Modal Sumbangan 21,000 21,000 21,000
c. Selisih Penilaian kembali aktiva tetap
d. Laba ditahan 102,615 140,026 121,321
Jumlah 2,638,305 1,523,363 1,694,086
Sumber : Laporan Keuangan Bank Syariah “F”, disusun kembali oleh Penulis.

Total aktiva BPR Syariah selama tiga tahun mengalami fluktuasi, pada tahun 2001
berjumlah Rp 2,6 milyar, turun menjadi Rp 1,5 milyar dan kemudian naik menjadi Rp 1,69
milyar. Penurunan pada tahun 2002 disebabkan oleh pos-pos: penempatan pada bank yang
mengalami penurunan hampir sebesar Rp1,2 milyar dan penurunan penyaluran pinjaman
sebesar Rp 40 juta.
Analisis Komparatif Resiko Keuangan BPR Konvensional dan BPR Syariah


Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 7 Juni 2006

11
Perkembangan rugi/laba BPR Syariah “S” dapat dilihat dalam Tabel sebagai berikut:
Tabel 5 : Perkembangan Daftar Rugi/Laba BPR Syariah “F” Selama Tahun 2001-2003

No POS-POS 2001 2002 2003
(ribuan Rp) (ribuan Rp) (ribuan Rp)
1 Pendapatan Bagi Hasil 213,848 238,913 227,308
2 Beban Bagi Hasil -/- 78,112 51,249 54,450
3 Pendapatan Bagi Hasil Bersih 135,736 187,664 172,858
4 Pendapatan Ops Lainnya +/+ 799 744 825
5 Beban Ops Lainnya -/- 75,500 77,725 80,120
6 Jumlah Pend. & Beban Ops 61,035 110,683 93,563
Pendapatan dan Beban Non Operasional
7 Pendapatan Non Operasional +/+ 6,714 12,175 10,292
8 Beban Non Operasional -/- 5,035 9,740 9,263
9 Laba Sebelum Pajak 62,713 113,118 94,592
10 Pajak Penghasilan -/- 9,407 16,968 14,189
11 Laba Bersih 53,306 96,150 80,403
Sumber: Laporan Keuangan BPR Syariah “F”, disusun kembali oleh Penulis.

Dari tabel rugi/laba menunjukkan adanya peningkatan pendapatan bagi hasil pada tahun
2002 dibanding tahun, yaitu meningkat dari Rp 213 juta menjadi Rp 238 juta, sedangkan pada
tahun 2003 turun menjadi Rp 227 juta. Demikian pula laba bersih mengalami peningkatan tahun
2002 dibanding tahun 2001, yaitu meningkat dari Rp 53 juta menjadi 86 juta, sedangkan tahun
2003 mengalami penurunan dibanding tahun 2002, yaitu turun menjadi Rp 80 juta.

4.3. Analisis Rasio Keuangan BPR Konvensional “S”

Dari laporan keuangan BPR Konvensional “S” dapat dihitung beberapa rasio keuangan
seperti dalam Tabel berikut:

Tabel 6 : Rekapitulasi Rasio-rasio Keuangan BPR Konvensional “S” Tahun 2001-2003

Rasio-Rasio Likuiditas: 2001 2002 2003
1. Assets to Loan Ratio
Total Aktiva: Total Kewajiban 130.36% 140.44% 131.49%
2. Cash Ratio
Kas : Kewajiban Segera 118.87% 92.13% 97.94%
3. Loan to Deposit Ratio
Total Kredit: Tabungan+ Deposito 38.52% 72.25% 62.13%
4. Non Performing Loan
Penyisihan Kredit: Total Kredit 7.34% 4.54% 4.20%
Rasio-Rasio Solvabilitas:
1. Capital to Debt Ratio
Total Modal (Ekuitas): Total Kewajiban 30.36% 40.44% 31.49%
2. Capital Adequacy Ratio
Total Modal (Ekuitas) : Total Aktiva 23.29% 28.79% 23.95%
Rasio-Rasio Rentabilitas:
Umar Hamdan & Andi Wijaya


Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 7 Juni 2006

12
1. Gross Profit Margin
Laba Operasi: Pendapatan Operasi 43.10% 60.06% 45.01%
2. Net Profit Margin
Laba Bersih: Pendapatan Operasi 38.10% 52.77% 39.73%
3. Return on Equity
Laba Bersih: Ekuitas 13.97% 27.12% 22.43%
4. Return on Assets
Laba Operasi: Total Aktiva 3.68% 8.89% 6.08%
Sumber: Diolah dari Laporan Keuangan BPR Konvensional “S”

Secara umum rasio-rasio likuiditas BPR Konvensional “S” menunjukkan perbaikan pada
tahun 2002 dibanding tahun 2001. Rasio aktiva terhadap pinjaman menunjukkan tingkat
likuiditas yang cukup memadai, karena di atas 100 persen. Rasio kas terhadap kewajiban segera
pada tahun 2002 dan 2003 kurang dari 100 persen yang perlu menjadi perhatian pimpinan BPR.
Demikian pula rasio antara kredit yang disalurkan dengan dana yang dihimpun (loan to deposit
ratio) kurang baik, yaitu tahun 2001 sebesar 38%, tahun 2002 78% dan tahun 2003 sebesar 62
persen. Menurut ketentuan BI rasio ideal antara 85% s.d 105%, berarti rasio LDR masih relatif
rendah. Kondisi ini menunjukkan kemampuan BPR menyalurkan kredit masih perlu
ditingkatkan, karena dana yang menganggur akan menjadi beban bagi BPR atas bunga simpanan
yang yang harus dibayar kepada penabung. NPL tahun 2001 sebesar 7,34% di atas batas
maksimum yang ditetapkan oleh BI, namun dalam tahun 2002 dan 2003 turun menjadi masing-
masing sebesar 4,54% dan 4,24 persen.
Rasio-rasio solvabilitas menunjukkan kondisi yang cukup sehat. Rasio CAR berdasarkan
Surat Edaran Direksi BI No. 26/2/UD tanggal 29 Mei1993 tentang Kewajiban Modal Minimum
adalah sebesar 8 persen. Dari tabel di atas CAR BPR Konvensional “S” di atas 8%, yaitu
masing-masing tahun 2001 sebesar 23,29%, tahun 2002 sebesar 28,79% dan tahun 2003 sebesar
23,95%. Demikian pula perbandingan modal dengan hutang masih di atas 8 persen.
Secara teori, menurut Winton (1993) adanya ketentuan CAR tersebut mempunyai
kaitan dengan keterbatasan tanggung jawab dan struktur kepemilikan dalam suatu
perusahaan. Dalam struktur kepemilikan, sebagian harta perusahaan diperoleh dari dana
pinjaman kepada kreditur, sehingga perlu diimbangi dengan kemampuan pemilik modal
menyediakan dana sendiri.
Rasio-rasio rentabilitas yang dinyatakan dengan rasio-rasio net profit margin, ROE,
dan ROA menunjukkan adanya kenaikan pada tahun 2002 dibanding tahun 2001, sedangkan
tahun 2003 mengalami penurunan dibanding tahun 2002. Semua rasio rentabilitas adalah
positip. Laba bersih terhadap pendapat operasi (NPM) cukup baik, di mana tahun 2001
sebesar 38%, tahun 2002 sebesar 52,77% dan tahun 2003 sebesar 39,73 persen. Keadaan ini
menunjukkan bahwa BPR Konvensional “S” cukup sehat.

4.4. Analisis Rasio Keuangan BPR Syariah “F”

Rasio-rasio keuangan BPR Syariah “F” selama tahun 2001-2003 dapat dilihat dalam
Tabel 7. Secara umum rasio-rasio likuiditas BPR Syariah “F” relatif lebih baik dibanding BPR
Konvensional “S”. Rasio aktiva terhadap pinjaman menunjukkan tingkat likuiditas yang cukup
memadai, jauh di atas 100 persen. Rasio kas terhadap kewajiban segera pada tahun 2001 dan
2003 kurang dari 100 persen.
Analisis Komparatif Resiko Keuangan BPR Konvensional dan BPR Syariah


Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 7 Juni 2006

13
Rasio antara kredit yang disalurkan dengan dana yang dihimpun (loan to deposit ratio)
tahun 2002 dan 2003 cukup baik. Demikian pula Nonperforming Loan (NPL) cukup baik, hanya
sekitar 2 persen selama 3 tahun. NPL BPR Syariah “F” relatif lebih baik dari BPR Konvensional
“S”.

Tabel 7 : Rekapitulasi Rasio-rasio Keuangan BPR Syariah “F” Tahun 2001-2003

Rasio-Rasio Likuiditas: 2001 2002 2003
1. Assets to Loan Ratio
Total Aktiva: Total Kewajiban 130.95% 176.89% 161.07%
2. Cash Ratio
Kas : Kewajiban Segera 93.96% 104.51% 96.45%
3. Loan to Deposit Ratio
Total Kredit: Tabungan+ Deposito 36.64% 102.04% 92.36%
4. Non Performing Loan
Penyisihan Kredit: Total Kredit 1.11% 2.06% 2.22%
Rasio-Rasio Solvabilitas:
1. Capital to Debt Ratio
Total Modal (Ekuitas): Total Kewajiban 30.95% 76.66% 61.07%
2. Capital Adequacy Ratio
Total Modal (Ekuitas) : Total Aktiva 23.64% 43.34% 37.92%
Rasio-Rasio Rentabilitas:
1. Gross Profit Margin
Laba Operasi: Pendapatan Operasi 28.54% 46.33% 41.16%
2. Net Profit Margin
Laba Bersih: Pendapatan Operasi 24.93% 40.24% 35.37%
3. Return on Equity
Laba Bersih: Ekuitas 8.55% 14.55% 12.52%
4. Return on Assets
Laba Operasi: Total Aktiva 2.31% 7.26% 5.52%
Sumber : Diolah dari Laporan Keuangan BPR Syariah “F”

Rasio-rasio solvabilitas menunjukkan kondisi yang cukup sehat. Rasio CAR BPR
Syariah “F” di atas 8%, yaitu masing-masing tahun 2001 sebesar 23,64%, tahun 2002 sebesar
43,34% dan tahun 2003 sebesar 37,92%. Keadaan ini lebih baik dibandingkan dengan rasio
solvabilitas BPR Konvensional “S.
Rasio-rasio rentabilitas yang dinyatakan dengan rasio-rasio NPM, ROE, dan ROA
menunjukkan adanya kenaikan pada tahun 2002 dibanding tahun 2001, sedangkan tahun 2003
mengalami penurunan dibanding tahun 2002. Keadaan ini hampir sama dengan rasio rentabilitas
BPR Konvensional. Rasio NPM cukup baik, di mana tahun 2001 sebesar 24,93%, tahun 2002
sebesar 40,24% dan tahun 2003 sebesar 35,37 persen. Keadaan ini menunjukkan bahwa NPM
BPR Syariah relatif lebih rendah dibanding dengan BPR Konvensional “S”. Hal ini memberikan
indikasi bahwa BPR Konvensional “F” realtif lebih efisien dalam pengelolaan dananya.




Umar Hamdan & Andi Wijaya


Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 7 Juni 2006

14
4.5. Analisis Diskriminan (Z-Score)

4.5.1. Analisis Diskriminan BPR Konvensional “S”

Hasil perhitungan Z- Score untuk BPR Konvensional “S” dapat dilihat dalam Tabel
berikut:

Tabel 8 : Hasil Perhitungan Z-Score BPR Konvensional “S” Tahun 2001-2003

Uraian 2001 2002 2003
X1 Working Capital to Total Asset Ratio
Modal Kerja: Total Aktiva 0.95 0.97 0.98
X2. Retained Earnings to Total Assets Ratio
Laba ditahan: Total Aktiva 0.05 0.09 0.07
X3. EBIT to Total Assets
Laba seb. Bunga dan Pajak: Total Aktiva 0.04 0.09 0.06
X4. Market Value of Equity to Book Value of Debt
Nilai Ekuitas: Nilai Hutang 0.32 0.42 0.33
X5.Sales to Asset Ratio
Penjualan: Total Aktiva 0.09 0.15 0.14
Z- SCORE
1.2 X1 1.15 1.16 1.17
0,4 X2 0.02 0.04 0.03
3 X3 0.11 0.28 0.19
0,6 X4 0.19 0.25 0.20
1 X5 0.09 0.15 0.14
TOTAL 1.55 1.87 1.73
Sumber: Diolah dari Laporan Keuangan BPR Konvensional “S”

Hasil perhitungan Z-score menunjukkan bahwa selama tiga tahun nilai Z sekitar angka
1,81, yang berarti kondisi BPR Konvensional “S” perusahaan dalam keadaan “gray” sehingga
sulit ditentukan apakah akan sehat atau bangkrut. Namun karena di bawah 2,99 maka dapat
dikatakan bahwa tingkat resiko bisnis BPR tinggi yang dapat menyebabkan kepailitan dalam
jangka panjang.

4.5.2. Analisis Diskriminan BPR Syariah “F”

Hasil perhitungan Z- Score untuk BPR Konvensional “S” dapat dilihat dalam Tabel
berikut:







Analisis Komparatif Resiko Keuangan BPR Konvensional dan BPR Syariah


Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 7 Juni 2006

15
Tabel 9 : Hasil Perhitungan Z-Score BPR Syariah “F” Tahun 2001-2003

Uraian 2001 2002 2003
X1 Working Capital to Total Asset Ratio
Modal Kerja: Total Aktiva 0.97 0.95 0.95
X2. Retained Earnings to Total Assets Ratio
Laba ditahan: Total Aktiva 0.04 0.09 0.07
X3. EBIT to Total Assets
Laba seb. Bunga dan Pajak: Total Aktiva 0.02 0.07 0.06
X4. Market Value of Equity to Book Value of Debt
Nilai Ekuitas: Nilai Hutang 0.31 0.85 0.68
X5.Sales to Asset Ratio
Pendapatan: Total Aktiva 0.08 0.16 0.13
Z- SCORE
1.2 X1 1.16 1.14 1.14
0,4 X2 0.02 0.04 0.03
3 X3 0.07 0.22 0.17
0,6 X4 0.19 0.51 0.41
1 X5 0.08 0.16 0.13
TOTAL 1.52 2.07 1.88
Sumber: Diolah dari Laporan Keuangan BPR Syariah “F”

Hasil perhitungan Z-score menunjukkan bahwa selama dua tahun terakhir (2002-2003)
nilai Z di atas 1,81, yang berarti kondisi BPR Konvensional “S” perusahaan dalam keadaan
“gray” sehingga sulit ditentukan apakah sehat atau akan bangkrut. Namun nilai Z-score BPR
Syariah “F” ini relatif lebih tinggi dibanding nilai yang dicapai oleh BPR Konvensional “S”.

4.6. Pembahasan

4.6.1. Likuiditas

Secara umum rasio-rasio likuiditas BPR Syariah “F” relatif lebih baik dibanding BPR
Konvensional “S”. Rasio aktiva terhadap pinjaman menunjukkan tingkat likuiditas yang cukup
memadai, jauh di atas 100 persen. Rasio kas terhadap kewajiban segera pada tahun 2001 dan
2003 kurang dari 100 persen. Demikian pula rasio antara kredit yang disalurkan dengan dana
yang dihimpun (loan to deposit ratio) tahun 2002 dan 2003 cukup baik, karena mendekati
standar rasio ideal antara 85% s.d 110% yang ditetapkan BI. Nonperforming Loan (kredit
bermasalah) pada BPR Syariah “F” relatif lebih rendah dibanding dengan NPL BPR
Konvensional “S”. Pada BPR Syariah “F” hanya sekitar 2 persen, sedangkan BPR Konvensional
rata-rata sekitar 4 persen pertahun.

4.6.2. Solvabilitas

Rasio-rasio solvabilitas kedua BPR menunjukkan kondisi sehat. Rasio kecukupan modal
(Capital Adequacy Ratio/CAR) kedua BPR di atas ketentuan minimum BI (8%). CAR pada
BPR Konvensional “S” tahun 2003 sebesar 23,95% dan BPR Syariah “F” sebesar 37,92%. Dari
Umar Hamdan & Andi Wijaya


Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 7 Juni 2006

16
angka tersebut ternyata rasio solvabilitas BPR Syariah relatif lebih baik dibandingkan dengan
rasio solvabilitas BPR Konvensional “S.

4.6.3. Rentabiltas
Semua rasio rentabilitas kedua BPR adalah positip. Laba bersih terhadap pendapat
operasi (NPM) cukup baik, di mana pada BPR Konvensional “S” sebesar 39,73 persen, dan
pada BPR Syariah “F” sebesar 35,37% pada tahun 2003. Keadaan ini menunjukkan bahwa
kedua BPR mampu memperoleh laba yang wajar, walaupun NPM BPR Syariah “F” relatif
lebih rendah dibanding dengan BPR Konvensional “S”. Hal ini memberikan indikasi bahwa
BPR Konvensional “S” relatif lebih efisien dalam pengelolaan dananya.

4.6.4. Tingkat Resiko Keuangan

Perbandingan tingkat resiko keuangan/bisnis menggunakan hasil analisis diskriminan
(Z-score) menunjukkan kedua BPR berada pada posisi “gray”. Namun nilai Z BPR Syariah “F”
relatif lebih tinggi dibanding BPR Konvensional “S”. Rendahnya Z- score (di bawah 2,99)
mengindikasikan bahwa kedua bank berada pada posisi bisnis beresiko tinggi dan bila tidak
dilakukan pengelolaan bisnis secara baik dapat menyebabkan kepailitan dalam jangka panjang.


V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Secara umum rasio-rasio likuiditas BPR Syariah “F” relatif lebih baik dibanding BPR
Konvensional “S”.
2. Rasio-rasio solvabilitas kedua BPR menunjukkan kondisi sehat. Rasio kecukupan modal
(Capital Adequacy Ratio/CAR) kedua BPR di atas ketentuan minimum BI (8%). CAR pada
BPR Konvensional “S” tahun 2003 sebesar 23,95% dan BPR Syariah “F” sebesar 37,92%.
Dari angka tersebut ternyata rasio solvabilitas BPR Syariah relatif lebih baik dibandingkan
dengan rasio solvabilitas BPR Konvensional “S.
3. Semua rasio rentabilitas kedua BPR adalah positip. Laba bersih terhadap pendapat operasi
(NPM) cukup baik, di mana pada BPR Konvensional “S” sebesar 39,73 persen, dan pada
BPR Syariah “F” sebesar 35,37% pada tahun 2003. Keadaan ini menunjukkan bahwa kedua
BPR mampu memperoleh laba yang wajar, walaupun NPM BPR Syariah “F” relatif lebih
rendah dibanding dengan BPR Konvensional “S”.
4. Perbandingan tingkat resiko keuangan berdasarkan hasil analisis diskriminan (Z-score)
menunjukkan kedua BPR berada pada posisi “gray”. Namun nilai Z BPR Syariah “F”
relatif lebih tinggi dibanding BPR Konvensional “S”, yang berarti resiko BPR “F” relatif
lebih rendah dibanding BPR Konvensional “S”.

5.2. Saran-Saran

1. Upaya Mengatasi Rendahnya LDR dapat dilakukan oleh manajemen BPR dengan cara:
Analisis Komparatif Resiko Keuangan BPR Konvensional dan BPR Syariah


Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 7 Juni 2006

17
1) BPR harus memiliki tenaga account officer yang memadai jumlahnya, handal, jujur,
profesional, dan berdedikasi tinggi untuk mengejar proyek-proyek yang layak untuk
dibiayai.
2) Tenaga account officer harus mengenal wilayah kerjanya dengan baik, potensi bisnis
yang ada, pebisnis, tokoh masyarakat, dan sosial ekonomi serta kultur masyarakatnya.
3) Kebijakan pemberian kredit yang prudential (hati-hati), patuh dan sehat berdasarkan
ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
4) Penyaluran kredit secara kelompok dengan sistem tanggung renteng bagi para
debiturnya.
5) Penerapan reward system yang dapat memotivasi para account officer dan analis kredit
untuk lebih giat dalam “menjemput” calon debitur yang potensial dan layak untuk
dibiayai.
2. Upaya manajemen untuk mempertahankan NPL rendah dapat dilakukan dengan cara:
1) Melakukan analisis kredit secara baik dan benar
2) Sistem dokumentasi kredit yang handal.
3) Pengendalian dan pengawasan kredit, sistem pemantauan dan evaluasi secara rutin
terhadap rekening piutang atau kredit debitur.
4) Manajemen memberikan perhatian khusus terhadap adanya penyimpangan
(management by exception) yang terjadi.
5) Setiap penyimpangan dilakukan analisis 5 W + 1 H (what, when, where, why, who &
how) agar diperoleh umpan balik bagi perbaikan kebijakan operasional BPR untuk
masa datang.
6) Pembinaan terhadap debitur usaha kecil dan mikro, bekerjasama dengan dinas instansi
terkait, dan perguruan tinggi.
3. Upaya mengatasi resiko keuangan dapat ditempuh manajemen BPR dengan cara sebagai
berikut:
1) Membuat perencanaan likuiditas dengan sistem anggaran kas (cash flow) harian atas
kemungkinan penyetoran dan penarikan oleh nasabah.
2) Membuat rencana kontingensi guna mengatasi kejadian yang tak terduga, yaitu dengan
melakukan analisis terhadap perubahan dan dinamika kondisi lingkungan bisnis BPR
dengan mengkaji indikator: ekonomi, peta persaingan bisnis, perubahan budaya, dan
situasi politik dan keamanan.
3) Melakukan analisis terhadap biaya dana dan penentuan bunga kredit atau beban bagi
hasil yang akan ditetapkan atas kredit konsumsi, kredit investasi, dan kredit modal
kerja.
4) Melakukan alternatif pengembangan sumber pendanaan BPR, baik dana dari sumber
internal maupun ekternal BPR.









Umar Hamdan & Andi Wijaya


Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 7 Juni 2006

18
DAFTAR PUSTAKA

Emery, Douglas R. & Finnerty, 1998. Corporate Financial Management. Prentice
Hall Inc. USA.
Fakhrurozi, Peluang & Tantangan Akuntansi & Lembaga Keuangan Syariah. Prosiding
Seminar Nasional IAI & FE Unsri, Palembang, Juli 2005.
Hempel, G.H; Simonson, D.G; and Coleman A.B, 1994. Bank Management Text
and Cases. Fourth Edition, USA: John Wiley & Sons, Inc.
Iman Syahputra Tunggal, dkk. Peraturan Perbankan di Indonesia tahun 1991-
1997. Buku 2. Jakarta: Penerbit Harvarindo, 1998.
Kashmir, SE,MM. Manajemen Perbankan. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Ross, Stephen; Westerfield, Randolph; and Jordan D. 2002. Fundmentals of
Corporate Finance, Prentice Hall Inc. USA.
Ross, Stephen. 2003. Corporate Finance. Prentice Hall Inc. NY. USA
-------------. Undang-Undang Perbankan. UU No. 10 tahun 1988.
--------------. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 1992 tentang BPR. Sinar Grafika
Jakarta.
Saunders, Anthony.1994. Financial Institutions Management. USA: Richard D.
Irwin. Inc
Winton, Andrew, “ Limitation of Liability and the Ownership Structure of the Firm.”,
Journal of Finance, 1993, 48 (2):487-512.
Wijaya, Andi, Analisis Laporan Keuangan Bank Perkreditan Rakyat di Sumatera Selatan
(Studi kasus BPR Konvenrsional dan BPR Syariah), Tesis, Program Studi MM
Unsri, 2005.
















Analisis Komparatif Resiko Keuangan BPR Konvensional dan BPR Syariah


Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya Vol. 4, No 7 Juni 2006

19








1 komentar:

Unknown mengatakan...

mohon ijin copy kk buat referensi skripsi...

Mau Presentasi Sehebat Trainer ?

Mau Presentasi Sehebat Trainer ?
Info detail hubungi WA 085852316552
Ringga Arie Suryadi. Diberdayakan oleh Blogger.