Retailing adalah bagian dari kehidupan kita sehari-hari yang selalu kita lakukan dimana kita mengambil keuntungan/ kebutuhan kita.
Aktivitas ritel melibatkan hubungan antara produsen, pedagang besar serta konsumen. Konsumen merupakan ujung tombak keberhasilan bisnis ritel, melalui daya beli konsumen adalah modal dasar bagi ritel dalam mendapat keuntungan.Oleh karenanya Management retail haruslah dapat menentukan keputusan dalam menyeleksi target pasar, penempatan toko, menentukan merchandise apa yang akan dijual dan jasa yang diajukan, serta harus bisa bernegosiasi dengan supplier dan menentukan harganya, promosinya serta display merchandise-nya.
Bisnis ritel dapat dikelompokkan pada ciri-ciri tertentu yaitu:
1.Discount Stores. Toko diskon.
Discount Store atau toko diskon adalah toko pengrecer yang menjual berbagai harga yang murah dan memberikan pelayanan yang minimum. Contohnya adalah ,Makro dan Alfa.
2.Speciality Stores/ Toko produk Spesifik.
Toko produk spesifik adalah merupakan toko eceran yang menjual barang –barang jenis lini produk tertentu saja yang bersifat spesific. Contoh specialituy store adalah toko buku , toko music , toko obat dan banyak lagi.
3.Depatement Stores.
Adalah suatu toko eceran yang berskala besar yang pengelolaannnya dipisah dan dibagi menjadi bagian departemen-departement yang menjual macam barang yang berbeda-beda. Contohnya seperti Ramayana, robinson, rimo dan sebagainya .
4.Convinience Stores.
Adalah toko pengecer yang menjual jenis item produk yang terbatas, bertempat di tempat yang nyaman dan jam buka panjang. Contoh minimarket alfa dan indomaret.
5.Catalog Stores.
Adalah suatu jenis toko yang memberikan banyak informasi produk melalui media catalog yang dibagikan kpeada para konsumen potensial. Toko catalog biasanya memiliki jumlah persediaan barang yang banyak.
6.Chain Stores.
Chain stores adalah toko pengecer yang mimiliki lebih dari satu gerai dan dimiliki oelh perusahaan yang sama.
7.Supermarket.
Supermarket adalah toko eceran yang menjual lebih dari satu gerai dan dimiliki oleh perusahaan yang sama .
8.Hypermarket.
Adalah toko eceran yang menjual jenis barang dalam jumlah yang sangat banyak atau lebih dari 50.000 item dan melingkupi banyak jenis produk. Hipermarket adalah gabungan antara retailer toko diskon dengan hipermarket. Contohnya anatara lain hipermarket giant, hipermarket hypermart dan hypermarket carrefour.
Konsumen adalah seseorang yang sangat menentukan besarnya profit yang akan diperoleh oleh sebuah perusahaan, melalui keputusan-keputusan membeli produk barang atau produk jasa yang ditawarkan. Dengan demikian, motivasi konsumen dan keputusan mereka untuk berbelanja benar-benar menetukan kelangsungan hidup suatu usaha atau bisnis.
Dahulu konsumen membelanjakan uangnya hanya untuk mendapatka produk semata, baik produk barang ataupun jasa. Namun saat ini, konsumen telah mulai beralih kepada apa yang dikenal dengan ’service’ atau pelayanan. Masalah waktu belanja yang terbatas, terutama dikota-kota dan meningkatnay jumlah wanita bekerja, dan anggaran belanja yang ketat seiring dengan menurunnya daya beli, telah membuat konsumen benar-benar harus dapat membelanjakan uangnya secara tepat.
Terdapat dua alasan utama yang mengharuskan para pengecer untuk mulai merubah cara mereka menjalankan bisnisnya, yaitu:
1. Alasan pertama adalah perubahan pola belanja dan tingkah laku belanja seperti yang telah dikemukakan di atas.
2. Alasan ke dua adalah munculnya persaingan yang sangat ketat diantara para pemain di bisnis ini. Pengecer harus mencari, menerima dan menerapkan ide-ide atau cara-cara baru yang dapat membuatnya selangkah lebih maju dibandingkan kompetitornya
Menurut Rosenberg, Iris. S (1988: 02-10)
Menyimak dari pengertian Retailing adalah bisnis yang menjual produk dan jasa pada konsumen untuk kebutuhan pribadi atau keluarga. Retail juga merupakan bisnis terakhir dalam jalur distribusi yang menghubungkan manufactur dengan konsumen.
Manufaktur membuat produk dan menjualkannya pada retailer atau semua pedagang. Pedagang membeli produk dari menufaktur dan menjual kembali produk tersebut untuk para pengecer (retailer). Saat pengecer menjual produknya lagi kepada konsumen, pedagang dan pengecer menampilkan kesamaan fungsi dalam memenuhi kebutuhan dan memuaskan konsumen akhir.
Melalui Jalur Distribusi:
Manufaktur→ Pedagang → Pengecer→ Konsumen.
Pengecer mengatasi aktivitas bisnis dengan menampilkan fungsi yang meningkatkan nilai dari produk dan jasa yang dijualnya pada konsumen, yang memiliki beberapa fungsi yaitu:
# menyediakan pilihan Produk dan Jasa.
# Pejualan besar-besaran.
# Terbatasnya persediaan.
# Menyediakan jasa
Keterangan, sebagai berikut:
1. Menyediakan pemilihan Produk dan Jasa.
Manufaktur secara khusus memproduksi tipe tertentu dari sebuah produk.
Contoh: Cambell membuat soup, Kraft membuat produk sehari-hari, Kell agg membuat perusahaan sereal dan sebagainya. Jika tiap manufaktur ini mempunyai tokonya masing-masing yang hanya menjual produk mereka saja, maka akan menyulitkan konsumen dari segi pemikiran akan kebutuhan produk lain. Maka dengan adanya pengecer, kita bisa pergi ke berbagai macam toko apapun yang banyak pilihannya.
1. Penjualan besar-besaran.
Untuk mendaur biaya transportasi, manufaktur dan pedagang nantinya akan memindahkan produk di kuantitas terkecil untuk konsumen individual dan rumah penampungan pola konsumsi.
1. Persediaan terbatas.
Bagian fungsi dari pengecer adalah utnuk menjaga persediaan sehingga produk selalu tersedia ketika konsumen menginginkannya. Konsumen dapat menyimpan lebih sedikit persediaan produk dirumah, karena mereka tahu bahwa retail mempunyai produk yang tersedia ketika mereka menginginkan lebih.
1. Menyediakan Jasa.
Pengecer menyediakan jasa yang dapat memudahkan bagi pelanggan untuk membeli dan menggunakan produk itu. Mereka menyediakan bentuk kredit bagi konsumen, jadi konsumen dapat memiliki produknya kapan saja dan bisa membayarnya kemudian. Lalu mereka pun memajang produknya, jadi konsumen dapat melihat serta mencobanya sebelum melakukan transaksi pembelian.
Menurutnya dalam bukunya “The Structure of Scientific Revolution”, kita sebenarnya dikuasai atau diperintah oleh paradigma atau pola pikir masing-masing. Hal inilah yang membuat seseorang tidak dapat menerima segala sesuatu yang baru. Paradigma adalah sebuah pola atau model yang merupakan sekumpulan kebiasaan dan aturan yang ada dalam kehidupan seseorang.
Paradigma merupakan hasil dari aturan-aturan, norma-norma, kebiasaan-kebiasaan, dan paham-paham yang telah tertanam kuat pada diri seseorang.
Dengan demikian, suatu paradigma dapat mengakibatkan hal-hal serius seperti
1. membutakan pebisnis terhadap kesempatan-kesempatan baru
2. menghalangi seseorang untuk membuat keputusan yang kreatif dan inovatif
3. mengaburkan kita terhadap strategi-strategi efektif yang dilakukan oleh manajemen
4. membuat seseorang mengabaikan pasar-pasar baru.
Ia mengemukakan bahwa paradigma bertindak sebagai sebuah filter yang menyaring data atau informasi yang masuk ke pikiran atau otak kita. Hanya data atau informasi yang sesuai dengan paradigma kita yang dapat masuk dengan mudah.
Ke arah mana bisnis eceran berjalan saat ini ? Melihat kembali ke awal tulisan ini, bisnis eceran di Indonesia telah dan sedang digiring kepada suatu ide baru yang dikenal dengan istilah ‘customer driven’ untuk menanggapi adanya pola belanja dan tingkah laku belanja konsumen yang telah berubah.
‘Customer driven’ adalah mengorientasikan atau mengarahkan bisnisnya sesuai dengan keinginan dan kemauan konsumen, bukan keinginan dan kemauan pebisnis. Dengan filosofi ‘customer driven’, pengecer harus mendasarkan semua keputusan bisnisnya kepada pelayanan untuk konsumen dan untuk kepuasan konsumen. Setiap orang dalam organisasi tersebut harus menyadari sepenuhnya bahwa melayani konsumen merupakan bisnis mereka satu-satunya.
Banyak perusahaan telah merubah ‘apa yang mereka katakan’, bukan ‘apa yang mereka lakukan ‘ untuk konsumen. Performa suatu bisnis eceran bukan dinilai dari siapa dan dimana mereka berada, melainkan berdasarkan apa yang mereka lakukan dan bagaimana mereka melakukannya untuk kepuasan konsumen.
Apakah anda siap mengikuti perubahan dan tetap menjadi pemimpin dalam bisnis anda ? Tak ada jawaban lain selain “YA”. Maka rubahlah paradigma anda dan anda pasti menjadi pemenang.
Maraknya ekspansi bisnis eceran modern (retail) seperti supermarket atau minimarket yang mengancam sektor eceran tradisional, lebih disebabkan karena tidak jelasnya pelaksanaan aturan mengenai penataan zona tempat usaha sektor eceran modern. Ekspansi bisnis eceran modern bukan disebabkan adanya pelaku usaha yang melakukan persaingan usaha yang tidak sehat.
Dikatakan, pendapat atau isu yang menyatakan usaha eceran modern mengancam sektor usaha tradisional seperti pedagang tradisional, sebenarnya tidak perlu terjadi kalau pemerintah melaksanakan aturan yang jelas dalam menata zona tempat usaha sektor eceran modern.
Berkembangnya bisnis eceran di Dunia cukup tinggi. Hal ini dibuktikan dengan semakin banyaknya perusahaan yang terjun pada bisnis eceran tersebut. Banyaknya perusahaan yang terjun pada bisnis eceran , tidak lepas dari banyaknya tuntutan konsumen untuk memenuhi kebutuhannya sehingga persaingan yang terjadi semakin ketat yang pada akhirnya perusahaan yang memiliki citra yang baik yang akan mampu mempengaruhi keputusan pembelian konsumen.
Adapun desain penelitian yang digunakan adalah analisis deskriptif dan verifikatif. Sedangkan metode yang digunakan adalah metode survei. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara acak. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, kuisioner dan disertai observasi, sedangkan analisis data menggunakan Rank Spearman.
Prospek penjualan ruang ritel mulai triwulan IV-2008 diperkirakan masih positif, meski terjadi perlambatan pertumbuhan pasokan. Ekspansi peritel diperkirakan melambat sebagai antisipasi terhadap melemahnya daya beli masyarakat.
Retailing, menurut Blackstone, John.H..(1985:02-08)
Retail adalah suatu paket aktivitas bisnis yang menambah nilai pada produk dan jasa yang dijual untuk konsumen untuk diri mereka sendiri atau keluarga.
Retail juga melibatkan jasa penjualan seperti rental video tape atau jasa pengiriman makanan.
Retail adalah salah satu industri terbsesar di dunia. Perusahaan retail mengajukan kesempatan manajemen untuk orang yang memiliki kemampuan dan minat yang luas.
Pelajar biasanya memandang retail sebagai bagian dari marketing. Karena management jalur distribusi adalah bagian dari manufaktur. Namun retail kebanyakan mengatasi aktivitas bisnis internasional.
Retail memiliki pusat institusi finansial. Pembelian barang dan jasa; mengembangkan keuangan dan management informasi utnuk mengkontrol operasional; mengatur gudang dan sistem distribusi dan desain serta mengembangkan produk baru sama seperti aktivitas marketing, contohnya periklanan, promosi dan peneliatian pasar.
Manager Retail biasanya selalu memberikan pertimbangan lebih awal atas tanggung jawab pada karir mereka.
3 lingkungan yang patut di waspadai dalam dunia Retail:
* Kompetisi.
* b.Lingkungan trends dalam konsumen demografik dan gaya hidup pengembangan teknologi dan industri retail.
* Kebutuhan, keinginan dan keputusan – proses pembuatan dari retail konsumen.
Keterangan:
1. Kompetisi.
Kompetisi utama pengecer adalah yang mempunyai format yang serupa. Kompetisi antara pengecer yang menjual merchandise yang sama menggunakan format yang berbeda, seperti diskon dan departement store, inilah yang dinamakan intertype competition.
1. Lingkungan Trends.
Pengecer memerlukan respon untuk gaya hidup dan lingkungan demografik dalam komunitas kita. Seperti berkembang di posisi atas dan segmen minoritas. (ini berdasarkan populasi US).
Jumlah penting dari orang-orang yang tertarik oleh posisi penjualan.
Stratergi Retail mengindikasikan bagaimana perusahaan merencanakan utnuk fokus pada sumbernya untuk menyelesaikan keobjektifitasannya.
Telah terindentifikasi:
1. Target pasar melalui puncak dimana pengecer akan langsung mengarahkan kebutuhannya.
2. Sumber dari merchandise dan jasa retailer akan diserahkan untuk memuaskan kebutuhan dari target pasar.
3. Bagaimana pengecer akan membangun kemajuan jangka panjang disamping pesaing.
Fungdi Retail; lebih spesifik, komunitas mengharapkan retailer untuk menyudahi fungsi distributif klasik oleh konsumen dalam kemajuan ekonomi:
1. Untuk menciptakan pemilihan Produk dan Jasa dapat diantisipasi dengan mmenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen/ keluarga.
2. Untuk memberikan Produk dan Jasa dalam kuantitas yang cukup kecil untuk diri sendiri atau kebutuhan keluarga.
1. Untuk menyediakan / melengkapi pertukaran langsung untuk nilai melalui:
* pengerjaan yang efisien untuk transaksi.
* Jam yang fleksibel dan penyediaan tempat.
* Informasi yang berguna saat menentukan pilihan .
* Harga yang kompetitif.
Menurut J.Barry Mason. (1985:09)
Retail menyertakan seluruh aktivitas yang terlibat dalam penjualan barang-barang dan jasa untuk onsumen akhir.
Retailing adalah bagian dari proses pemasaran. Pada akhirnyaretail diarahkan oleh organisasi yang berperan sebagai penengah dalam jalur distribusi. Jalur distribusi adalah interogasi sistem dimana produk dan jasa dipasarkan.
Roda Teori Retailing.
Menurut Prof Malcolm Mcnair. (1985:07)
Tipe terbaru dari institusi pengecer yang memasuki pasar sebagai Low- margin, low-price, low-status. Pada akhirnya saat peningkatan kecepatan perdagangan, mereka menyediakan jasa baru dan meningkatkan fasilitas mereka melaui proses yang memajukan pengeluaran , margin dan harga konsekuen. Roda teori telah dikritik dalam beberapa point, seperti tidak semua operasi retail memulai dari Low-cost, Low-price outlets.
Retail menurut Melvin Morgenstein dan Hsrriet Strongin.(1985:07)
Retail mencakup penjualan barang-barang dan jasa untuk konsumen akhir mereka. Individu yang membei sesuatu untuk dirinya sendiri atau keperluan rumah tangga, seseoranf yang membeli tempat pembakarang atau kursi untuk kebutuhan rumah, itulah konsumen akhir.
3 tipe utama dari bisnisnya terlibat dalam mendapatkan barang dan jasa untuk konsumen; manufaktur, wholesalers, dan retailers.
Manufaktur: Seperti general motor dan guess, membuat produk yang membuat orang ingin membelinya.
Wholesalers: Pembelian dan distribusi manufaktur produk kepada retailers.
Retailers: Menjual barang-barang dan jasa secara langsung pada konsumen akhir.
Menurut Daniel .J. Sweeney.(1987:09)
Retailing Management melibatkan penampilan fungsi klasik dari retailing kreasi pemilihan, penjualan besar-besaran dan persediaan untuk pergantian nilai yang level labanya diterima dalam karakteristik lingkungan dengan melanjutkan perubahan yang menegangkan dan respon kompetitor untuk perubahan tersebut.
Menurut William.R.Davidson(1988:08)
1.
1. Kreasi pemilihan.
Merchandise dalam komunitas kita- biasanya pembeli dan penjual dari barang-barang tersebut mempunyai peraturan yang unik dalam system ekonomi kita. Para mercahnt biasanya memproduksi, bagaimanapun juga membeli barang-barang tersebut untuk tujuan dari penjualan ulang demi laba.
1.
1. Penjualan Besar-besaran.
Merchants akan menyerahkan produk dan jasa dalam kualitas yang cukup rendah untuk di konsumsi secara individual atau keluarga.
Tipe Kepemilikan:
1. Rantai Toko.
Dikarakterisasi oleh kepemilikan dari penggandaan unit retail dan pembelian terpusat dari merchandise yang sama untuk seluruh unit. Seperti sears dan Kmart.
b.Waralaba.
adalah format kepemilikan yang biasanya ditujukan untuk menggabungkan beberapa dari kemajuan bisnis kepemilikan mandiri dan rantai kepemilikan, sementara meminimalisir ketidakmajuannya.
Waralaba menyertakan hubungan kontrak antara bisnis perorangan mandiri dan sponsornya..
c.Sistem pemasaran vertikal.
Ketika dua atau lebih urutan produksi proses distribusi terjadi dibawah kepemilikan dari firma perorangan.
Sekarang retail menggunakan desain komputer dan teknologi komunikasi untuk merespon secara cepat perubahan kebutuhan konsumen.
Setiap kali kita ingin membeli sesuatu di supermarket, kita tinggal menggunakan komunikasi elektronik dan memutuskan produk mana yang nantinya akan dikirim dari gudang ke toko keesokannya.
Tren Industri Ritel Indonesia.
Menurut, Alfa Retailindo (1996: 11-50)
Seperti apa kira-kira masa depan yang akan dilalui oleh retailer di Indonesia ? Yang pasti masa depan akan lebih keras persaingannya. Untuk mempertahankan keunggulan kompetitifnya, retailer akan beroperasi dengan bentuk organisasi yang lebih ramping dan effisien. Pada masa datang retailer akan beroperasi dengan gross margin yang lebih rendah, biaya operasional lebih sedikit inventoi dengan perputaran barang yang lebih cepat.
Biaya pembelian sistem & teknologi informasi yang semakin kompetitif serta menjamurnya internet dan software pendukungnya, membuat implementasi dari Efficient Consumer Reponse (ECR) akan menjadi praktek manajemen yang umum. Proses continuous replenishment, cross docking, supply & system integration, dan teknologi barcoding akan membuat retailer beroperasi lebih effisien dan intensif teknologi. Retailer yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi akan tersingkir, dan akan digantikan oleh retailer yang beroperasi dengan dukungan teknologi yang lebih baik sehingga menghasilkan overhead yang rendah, volume tinggi, traffic tinggi dan harga yang kompetitif.
Trend konsumen masa depan adalah Pay Less, Expect More, Get More. Konsumen masa depan adalah konsumen yang memiliki ekpektasi yang lebih tinggi, meminta lebih banyak, menginginkan kualitas yang lebih tinggi dan konsisten, lebih banyak pilihan, toko yang lebih nyaman dan pelayanan yang lebih bernilai, namun dengan membayar lebih murah, waktu lebih cepat, dengan usaha dan resiko lebih rendah. Dapat diperkirakan, kompetisi selanjutnya, tidak hanya pada harga, namun menyangkut variable lain yang berkaitan dengan value atas pengalaman berbelanja pelanggan.
Di masa yang akan datang ketika transaksi virtual sudah menjadi hal yang umum, maka prasyarat sukses sebuah toko yang ditentukan oleh lokasi, lokasi dan lokasi, sudah bukan jamannya lagi. Bisa saja sebuah non-store retailing dapat mencapai sukses walaupun beroperasi dari sebuah kantor yang berlokasi di gang kecil di Jakarta.
Dalam millenium baru ini beberapa trend yang sudah dan akan terjadi di Indonesia dan memberikan dampak bagi industri retail diantaranya :
Gelombang masuknya retailer asing.
Evolusi ke Format Retail Baru
Meningkatnya keluarga dengan double income (suami-istri bekerja).
Pertumbuhan kota-kota satelit disekeliling kota besar.
Mobilitas yang semakin tinggi dan waktu luang yang semakin sedikit.
Pembantu rumah tangga menjadi semakin mahal.
Perkembangan pemakaian PC rumah tangga dan internet yang semakin tinggi.
Perkembangan teknologi dan pemakaian Handphone-PDA.
Bagian pertama dari tulisan ini khusus membahas gelombang masuknya retailer asing dan evolusi format retail di Indonesia.
Indonesia memiliki potensi yang sangat besar bagi pasar retail. Dengan jumlah penduduk ke-empat terbesar di dunia setelah Cina, Amerika dan India, tidak heran jika banyak retailer asing mengincar pasar retail di Indonesia.
Krisis moneter memberikan peluang yang sangat besar bagi retailer asing untuk masuk ke Indonesia. Dengan nilai tukar rupiah yang sangat lemah, mereka memiliki keleluasaan untuk melakukan ekspansi ataupun pembelian saham retailer lokal. Sampai saat ini paling tidak tercatat beberapa retailer asing yang gencar melakukan ekspansi atau menjalin partnership dengan retailer lokal misalnya Group Carrefour-Promodes mendirikan Paserba Carrefour, Royal Ahold membuka Tops (sebelumnya Ahold bermitra dengan PSP Food Retail), Lions dengan Superindo, Dairy Farm dengan Hero, dan IGA melakukan kerjasama teknis dengan Matahari. Beberapa retailer asing lainnya menunggu waktu yang tepat untuk masuk, misalnya Cassino dan Tesco.
Persaingan ini juga diramaikan oleh retailer lain yang terlebih dahulu masuk ke Indonesia, misalnya Makro, Price Club, Toys R Us, ACE hardware, SOGO
dan metro.
Retailer lokal pun tidak tinggal diam. Retailer lokal banyak belajar dari masuknya retailer asing terutama Carrefour. Matahari mulai membenahi fokus usahanya dengan meninggalkan merek gerai Galeria dan Mega M-nya. Kini mereka lebih fokus pada pengembangan satu merek gerai yaitu Matahari. Sementara itu retailer lokal yang lebih kecil; terus mengembangkan konsepnya menjadi lebih memperhatikan kenyamanan, assortment, dan display; Misalnya Alfa, Diamond, Tip Top dan Hari-Hari. Di sisi lain retailer lokal yang telah mapan, cenderung melakukan pengembangkan format gerainya menjadi lebih besar dan lebih lengkap.
Ramayana di outlet terbarunya di Mall Cileduk yang dibuka Oktober 2001, menyatukan format department store, supermarket, elektronik dan general merchandise dalam satu atap. Toko-toko berikut kelihatannya akan mengikuti kecenderungan ini.
Melihat bahwa krisis keuangan di Indonesia sampai saat ini masih terus berlanjut, maka hal ini benar-benar merupakan pukulan bagi industri retail di tanah air. Berdasarkan data yang ada antara tahun 1996 sampai 1999, sektor tradisional retail menurun sebesar – 9.6%, sedangkan sektor modern retail menurun sebesar -1.6%. Dari data yang ada dapat disimpulkan bahwa pada masa resesi ini sektor modern retail lebih cepat melakukan recovery dibandingkan sektor tradisonal.
Secara detail angka angka tersebut adalah sebagai berikut (dalam US Milyar): Tahun Modern retail Tradisional retail.
Nilai tukar rupiah yang tetap melambung tinggi, sungguh sangat memberatkan retailer, terutama yang memiliki hutang dalam US Dollar. Dengan demikian, diperkirakan pada masa yang akan datang akan lebih banyak terjadi akuisisi dan merger antar retailer tersebut. Selain itu akan semakin banyak retailer asing dengan konsep baru masuk ke Indonesia. Sehingga makin memeriahkan kompetisi ini.
Dalam sepuluh atau duapuluh tahun ke depan format retail yang ada seperti saat ini, misalnya supermarket, department store, convenience store dan hypermarket, akan pudar pamornya dan digantikan oleh format baru yang lebih sulit dibedakan garis pemisahnya antara satu format dengan format lain, antara retailer dengan food service/restaurant dan antara retailer dengan supplier (channels blur).
Akan marak supplier (manufacturer) yang membangun jaringan retailer sendiri.
Evolusi perkembangan format retail di Indonesia dapat di bagi atas beberapa tahapan. Dapat dikatakan format retail di Indonesia berkembang dalam siklus 10 tahunan. Namun demikian, ada kecenderungan siklus ini akan berjalan dalam periode yang lebih singkat. SMfr@nchise mencoba untuk membagi tahapan evolusi format retail di Indonesia (Jakarta) dan prediksi perkembangannya sampai tahun 2020.
Evolusi format retail di Indonesia yang diolah oleh SMfr@nchise adalah sebagai berikut :
Sebelum 1960-an : Era perkembangan retail tradisional berupa retailer atau pedagang-pedagang independen.
Tahun 1960-an : Era perkenalan retail modern dengan format Department Store (Mass Merchandiser), ditandai dengan dibukanya gerai retail pertama SARINAH di Jl. MH Thamrin.
Tahun 1970-1980-an: Era perkembangan retail modern dengan format Supermarket dan Department Store, ditandai dengan berkembangnya retailer modern (Mass Merchandiser dan Grocery) seperti Matahari, Hero, Golden Truly, Pasar Raya dan Ramayana.
SURABAYA – Daya beli masyarakat cenderung menurun menyusul hantaman krisis finansial global. Dampaknya, omset sejumlah pusat perbelanjaan mengalami stagnasi. ”Kini pertumbuhan omset di dua bulan terakhir cukup sulit diraih. Namun, kami tetap yakin investasi dengan peningkatan penetrasi pasar adalah solusi terbaik,” kata Regional East Java and Kaltim PT Matahari Putra Prima Tbk Tjipto Suparmin, kemarin (13/11).
Tjipto optimistis kalau perluasan gerai merupakan cara efektif untuk menaikkan omset. Terbukti, omset rata-rata perbulan tahun ini mencapai Rp 76 miliar, naik dibanding omset perbulan tahun lalu yang hanya Rp 58 miliar. ”Kami telah menyiapkan dana Rp 60 miliar untuk memperluas gerai Matahari di Tunjungan Plasa dengan konsep baru bertema New Generation,” timpalnya.
Renovasi gerai tersebut akan dimulai pada Desember hingga Juli tahun depan. Jika semula hanya 15 ribu meter persegi, nantinya akan diperluas menjadi 19 ribu meter persegi. ”Perubahan konsep ini adalah yang kedua setelah di Kawaraci.
Rencananya, secara nasional akan hadir enam gerai Matahari New Generation,” ujarnya.
Sementara itu akibat melemahnya rupiah kini produk garmen impor mulai berkurang jumlahnya di pasaran. Ini karena banyak importir yang memilih untuk menahan diri hingga rupiah stabil.
Persaingan bisnis ritel yang marak di beberapa tempat di sekitar Jakarta dan sekitarnya seperti Tangerang Bekasi dan sekitarnya mulai memakan korban. Tidak saja pemain kecil yang terkena bahkan pemain besar sekelas Hero pun mulai mengalami kesulitan.
Pagi ini saya mendengar kabar dari pelanggan Hero Cinere Mal bahwa Hero supermarket tiba-tiba berganti nama menjadi Giant. Hal ini tidak dibarengi dengan perubahan apapun di dalamnya. Saya sendiri tidak tahu apa yang terjadi.
Di negara Malaysia memang nama Giant tidak hanya dipakai untuk nama hypermarket melainkan juga untuk format supermarket. Apakah strategi itu yang akan dipakai?
Kedua, hari ini saya melihat Giant Hypermarket Serpong Town Square yang berlokasi di pinggir jalan tol Jakarta Merak telah menghentikan operasinya dan memasang spanduk sedang direnovasi. Anehnya toko ini baru beroperasi satu tahunan jadi apanya yang direnovasi.
Belum lagi beberapa bisnis ritel tradisional maupun moderen skala kecil menengah di daerah di mana bisnis ritel raksasa tersebut hadir. Semua mengalami penurunan penjualan yang berakibat kerugian dan penutupan outlet.
Peluang bisnis ritel di Jatim masih terbuka dan siap menampung 60 gerai supermarket dan hipermarket lagi, kendati ekspansi pasar modern itu kerap ditengarai mengancam pedagang pasar tradisional.
Ketua DPD Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Abraham Ibnu mengatakan potensi pengembangan pasar modern di Jatim masih cukup besar. Tingkat rasio antara jumlah supermarket, hipermarket dan minimarket terhadap total populasi penduduk di provinsi ini belum berimbang.
“Setidaknya masih ada peluang sekitar 60 gerai supermarket dan hipermarket lagi untuk dikembangkan di Jatim. Jumlah itu tidak termasuk pengembangan minimarket yang potensi bisnisnya masih cukup besar,” ujar Abraham kepada Bisnis di Surabaya.
Saat ini, kata dia, sebagian besar supermarket di Jatim beroperasi di Surabaya. Di luar itu relatif sedikit. Belum semua ibu kota kabupaten/kotamadya terdapat supermarket seperti Carrefour, Giant atau Makro.
Meski di hampir seluruh daerah tingkat dua di Jatim telah berkembang pesat gerai minimarket.
Bahkan sampai akhir 2008 masih akan ada sekitar 15 gerai minimarket baru yang siap beroperasi di Surabaya. Sementara sektiar 35 gerai akan beroperasi di Malang, Probolinggo, Banyuwangi dan Kediri. “Jadi akan ada tambahan sekitar 50 gerai minimarket baru.”
Sampai Juli 2008, total minimarket di Jatim tercatat 1700 gerai. Sebagian besar merupakan gerai milik Alfamart dan Indomart. Sementara jumlah supermarket dan hipermarket mencapai 15 outlet.
Rencananya sampai akhir 2008 akan ada tambahan 20 outlet baru. Jumlah itu termasuk tiga raksasa ritel asing yang saat ini sudah mengantongi perizinana untuk beroperasi di Jatim.
Abraham tidak sependapat bila keberadaan pasar modern dinilai telah mengancam pedagang ritel di pasar tradisional. Pasalnya konsumen yang belanja ke hipermarket itu rata-rata hanya dua-tiga kali per bulan, sedang ke minimarket tiga sampai empat kali, sisanya masih didominasi belanja di pasar tradisional termasuk pedagang sayur keliling.
Di tempat terpisah, Ketua Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APSI) Jatim HM Zaini menilai keberadaan supermarket di Surabaya tergolong jenuh.
Jika masih akan ada yang buka lagi dapat dikhawatirkan akan mematikan pasar dan toko kelontong yang beroperasi di kampung dan perumahan.
Menurut dia, saat ini sudah ada 83 pasar tradisional di Surabaya yang omzetnya terus menurun, meski lokasinya jauh dari pasar modern. “Pedagang memang tidak melapor ke PD Pasar Surya tetapi ke APPSI.”
HONG KONG (Bloomberg): Penjualan ritel China naik 22%, hampir menjadi kenaikan tercepat dalam sembilan tahun, sehingga memberi sinyal permintaan domestik mampu menopang pertumbuhan ekonomi negeri terbesar keempat dunia ini untuk mampu bertahan dari krisis ekonomi global.
Pendapat dari penjualan naik menjadi 1,008 triliun yuan (US$148 miliar) pada Oktober 2008, data statistik China hari ini. Pada September angka ini sudah naik 23,3% dari posisi September 2007.
Pemerintah China berencana mengucurkan US$586 miliar sebagai paket stimulus ekonomi yang digunakan untuk meningkatkan belanja perumahan dan infrastruktur demi mengerem resesi. Permintaan ekspor produk China, penurunan angka penjualan real estate, menyebabkan pertumbuhan perekonomian negeri itu melambat hingga terendah dalam lima tahun.
“Paket stimulus ekonomi bernilai miliaran ini memicu masyarakatnya untuk tetap belanja. Peningkatan konsumsi domestik dapat membantu menggairahkan perekonomian dalam beberapa bulan ke depan,” kata Arthur Kroeber, head of research Dragonomics Advisory Services Ltd di Beijing.
Indeks saham CSI 300 naik 1,2%. Yuan menguat menjadi 6,8285 per dolar AS pada pukul 3:58 p.m waktu Shanghai dari 6,8305 sebelum pengumuman angka ritel ini.
Pelaku usaha minimarket bermerek lokal wajib waspada mengantisipasi masuknya minimarket asing. Pasalnya, meski akses investasi langsung pelaku minimarket asing ke Indonesia ditutup, pemerintah tetap mengizinkan ekspansi minimarket merek asing dengan pola waralaba.
Ketua Harian Asosiasi Peritel Indonesia (Aprindo) Tutum Rahanta mengungkapkan, dengan diizinkan masuknya peritel asing dalam bentuk waralaba maka ekspansi mereka dapat menembus seluruh wilayah nusantara.
“Dengan bentuk waralaba, maka sangat terbuka ekspansi sampai ke daerah-daerah, bergantung pada kebutuhan pasar,” kata Tutum, Selasa (11/10).
Sebelumnya, Menteri Perdagangan menegaskan, minimarket asing hanya dapat masuk ke Indonesia melalui sistem waralaba karena Peraturan Presiden (Perpres) No 111/2007 melarang investasi langsung minimarket asing.
“Investasi langsung minimarket asing secara aturan tidak boleh. Mungkin dia masuk sebagai franchise (waralaba),” kata Mari Elka Pangestu kepada Antara, menanggapi rencana masuknya minimarket asal Jepang 7-Eleven ke Indonesia.
Pemerintah memang menutup investasi asing langsung di bidang ritel, khusus minimarket. Investor asing masih boleh masuk untuk pembangungan departemen store dan pasar moderen.
Menurut Tutum, dengan masuknya pemain asing, pemerintah perlu lebih menjalankan peran dalam mendukung pertumbuhan bisnis ritel, khususnya minimarket. Selama ini pemerintah belum menunjukkan keberpihakan dalam mendorong perkembangan pelaku usaha minimarket.
Padahal di samping merek besar seperti Alfamart dan Indomart, banyak peritel lokal di daerah yang bergerak dalam usaha minimarket. “Pemerintah perlu support, selama ini peraturan belum mendukung. Misalnya perizinan masih dibutuhkan waktu yang lama untuk mendirikan minimarket,” kata Tutum.
Alfamart Optimistis
Sementara itu, PT Sumber Alfaria Trijaya, sebagai pengelola dan pemilik hak waralaba minimarket Alfamart, segera menambah operasional empat gudang pusat distribusi atau distribution center di lima wilayah antara lain, kota Balaraja, Malang, kawasan Jababeka, dan Bandung.
Manajer Korporasi Komunikasi Alfamart Didit Setiadi mengatakan, dua dari gudang baru itu merupakan gudang substitusi dan dua lainnya gudang baru, yaitu di Kabupaten Malang dan Kota Bandung.
“Kami membangun gudang baru di kawasan Jababeka sebagai pengganti gudang di Bekasi, sedangkan pusat distribusi yang di Balaraja, sebagai pengganti gudang di Serpong (Tangerang). Kami harapkan (pembangunannya) rampung sebelum akhir 2008,” tutur Didit.
Menurut Didit, satu gudang mampu menyalurkan produk-produk di 300 hingga 400 gerai Alfamart yang berada di sekitar lokasi gudang. Pihaknya optimistis dapat menaikkan penjualan hingga 300 persen pada triwulan III 2008 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Jumlah gerai Alfamart per Juni 2008 tercatat 2.505 unit. Dari jumlah itu, 40 persen di antaranya merupakan toko waralaba. Pada 2007 Alfamart memiliki 2.200 gerai.
Diakuisisinya Alfa Supermarket oleh Carrefour dan Hero oleh Giant semakin memperkuat pondasi jaringan toko raksasa raksasa dunia untuk semakin eksis di Indonesia, kita lihat saja di beberapa kota besar di pulau Jawa terasa sangat kentara, bukanya raksasa ritel baik dari luar negeri maupun dalam negeri tidak bisa di hindari, sementara dari kebijaksanaan dan pengaturan perangkat perundang undangan yang belum terasa memihak pelaku usaha menengah dan pedagang kecil.
Disisi Lain kita bisa melihat semakin pesatnya “chain store” jaringan toko seperti Indomaret dan Alfamart yang menjemput bola ke konsumen semakin dekat seperti ke perumahan dan pelosok pelosok desa terpencil membuat nuansa berbeda dan merupakan pilihan baru bagi masyarakat yang belum pernah mwlihat konsep belanja modern.
Di kelas kecamatan kecil di pelosok desa pun dengan mudah kita bisa temukan jaringan mini market keduanya, namun apakah hal ini menggangu eksistensi pedagang kecil serta pasar tradisonal secara langsung, mungkin jawabannya tidak secara langsung karena segmen mereka berbeda.
Anda bisa bayangkan ketika gula di rumah Anda habis atau Anda butuh telur sekedar 1-2 buah, rasanya akan berpikir untuk belanja ke ritel dengan format formal walaupun tidak ada larangan.
Sebagian besar masyarakat kita masih belum terbiasa belanja dengan format formal seperti di Supermarket dan Mini Market apalagi ke Hipermarket
Bagaimanakan kiat bersaing dengan jaringan toko moderen? sebetulnya tidaklah susah namun juga tidak mudah. Selama ini UKM di ritel belum ada yang memfasilitasi dan
mensupport secara konsultasi, manajemen dan bantuan support finansial berupa kemudahan kredit dll. Kalaupun mereka sebagian berubah karena inisiatif mereka sendiri.
Baik pemerintah pusat maupun di tingka daerah belum mengambil langkah riil dan nyata untuk mengembangkan serta membantu mereka, padahal jumlah dan potensi mereka cukuplah besar . Bila potensi ini dikelola dengan bagus akan menjadi kekuatan ekonomi tersendiri.
Pada umumnya pedagang kecil dan usaha eceran tradisonal masih mengunakan sistem dan manajemen yang sangat tradisonal dan konvensional. Baik dari sisi infrastruktur maupun secara sistem dan manajemen.
Keadaan seperti ini tidak bisa dibiarkan berlangsung lama kedepan perlu kebijaksanaan yang signifikan untuk bisa merubah dan membantu sektor ekonomi ini.
Seiring dengan pesatnya pertumbuhan jaringan toko moderen tadi kita akan menjadi bagian dari penonton yang melihat kemana arah perekonomian sektor ritel kedepan? Bagaimana menurut Anda?
Berkembangnya bisnis eceran di Indonesia beberapa tahun terakhir ini cukup tinggi. Hal ini dibuktikan dengan semakin banyaknya perusahaan yang terjun pada bisnis eceran tersebut.
Banyaknya perusahaan yang terjun pada bisnis eceran , tidak lepas dari banyaknya tuntutan konsumen untuk memenuhi kebutuhannya sehingga persaingan yang terjadi semakin ketat yang pada akhirnya perusahaan yang memiliki citra yang baik yang akan mampu mempengaruhi keputusan pembelian konsumen.
Borma Dakota Pasar Swalayan Bandung sebagai salah satu pelaku dalam jasa penjualan eceran tidak akan terlepas dari kondisi tersebut.
Oleh karena itu Borma Dakota Pasar Swalayan Bandung juga di tuntut untuk memiliki citra yang baik agar mampu mempengaruhi keputusan pembelian konsumen. Maka dari itu penulis mengambil judul “ Pengaruh Citra Toko terhadap Keputusan Pembelian Konsumen”.
Adapun desain penelitian yang digunakan adalah analisis deskriptif dan verifikatif. Sedangkan metode yang digunakan adalah metode survei. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara acak.
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, kuisioner dan disertai observasi, sedangkan analisis data menggunakan Rank Spearman.
Dari hasil penelitian terungkap bahwa citra toko Borma Dakota Pasar Swalayan Bandung kurang baik di mata konsumen di pandang dari lokasi yang kurang strategis, desain dan fasilitas fisik yang kurang menarik, promosi penjualan yang dilakukan tidak mampu menarik minat konsumen dan pelayanan pelanggan kurang ramah.
Sementara untuk keputusan pembelian konsumen meliputi tahap-tahap dari pengenalan masalah konsumen tidak termotivasi belanja karena Borma Dakota memiliki citra yang kurang baik, pencarian informasi mengenai Borma Dakota juga masih sulit konsumen dapatkan, penilaian alternatif yang dilakukan konsumen juga dengan membandingkan Borma Dakota dengan tempat lain sangat tinggi dan kepuasan yang dirasakan konsumen setelah belanja di Borma masih sangat rendah.
Hubungan citra toko terhadap keputusan pembelian konsumen Borma Dakota memiliki hubungan yang signifikan sebesar 0,217, sedangkan pengaruh citra toko terhadap keputusan pembelian konsumen sebesar 4,71%, sedangkan sebesar 95,29 citra toko dipegaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak dipelajari dalam penelitian ini.
0 komentar:
Posting Komentar