Tokoh
September 23, 2008 · & Komentar
Masih ingatkah alumni kita …?
Banyak tokoh memanfaatkan momen usia 70 tahun dengan meluncurkan autobiografi atau biografi. Begitu juga Try Sutrisno. Mantan Wakil Presiden Republik Indonesia periode 1993-1998 ini, meluncurkan biografi bertajuk Pengabdian Tiada Akhir, Berjuang dan Mengabdi Demi NKRI dan Pancasila.
Pernyataan resmi Try Sutrisno, tentang alasannya tidak bersedia dicalonkan kembali sebagai Wakil Presiden menjelang Sidang Umum MPR 1998. Sikap itu, menurutnya, sebagai bagian dari meneruskan tradisi positif dari wakil presiden pendahulunya – yang rata-rata hanya menjabat satu kali. Pernyataan tersebut seakan menutup pro-kontra yang sempat berkembang di masyarakat.
Selanjutnya pembaca diseret untuk menikmati suasana kota Surabaya pada 1935, yang disebut Bung Karno sebagai kota pelabuhan yang sibuk dan ribut, mirip kota New York di Amerika. Di kota itulah ia dilahirkan pada 15 November 1935, oleh pasangan Soebandi dan Mardeyah. Tentu saja namanya masih ditulis dengan ’Tri’. Sebab penulisan nama ’Try’ baru dilakukannya menjelang tamat sekolah dasar. Rupanya ia merasa namanya kurang keren bila ditulis dengan ’i’.
Perjalanan karir militer yang memang menjadi cita-citanya, terbuka ketika diterima menjadi taruna di Akademi Teknik Angkatan Darat (Atekad), Bandung pada 1956. Selanjutnya tercatat bagaimana Cak Su (panggilan akrab Try Sutrisno) mendapatkan tugas ke beberapa daerah operasi dan bertemu dengan Panglima Operasi Mandala Mayjen TNI Soeharto.
Pertemuan itulah yang kemudian berlanjut dengan sebuah kedekatan. Try terpilih menjadi Ajudan Presiden Soeharto. Kedekatan itu terlihat ketika Soeharto meminta Try menemaninya melakukan perjalanan icognito, mengunjungi beberapa daerah di Pulau Jawa, selama hampir dua minggu, ”Try, siapkan kendaraan, sangat terbatas. Alat radio dan alat pengaman seperlunya saja. Tidak perlu memberitahu siapa pun…”
Selepas menjadi Ajudan Presiden selama empat tahun, biografi ini mengajak pembaca menelusuri pencapaian dan kiprah Try Sutrisno selanjutnya. Mulai dari Kasdam Udayana, Pangdam IV Sriwijaya dan Pangdam V/Jaya dengan berbagai dinamikanya termasuk peristiwa Tanjung Priok, hingga menjadi Lurah-nya ABRI dan Wakil Presiden.
Beberapa sisi romantisme juga disinggung. Misalnya ketika Try mengetahui ada Tuti Sutiawati, Mojang Priangan di dekat kampusnya. Untuk menarik perhatian Mojang Priangan itu, Try nekad membawa kabur jip pemasok susu segar ke Atekad. Merasa usahanya hanya mendapat respon biasa-biasa saja, Try yang kegantengan wajahnya terkenal mampu membuat gadis-gadis termehek-mehek, melakukan serangan melambung dengan memberi cokelat cap kupu-kupu kepada adik-adik Tuti setiap kali bertandang. Usaha itu tak sia-sia, mereka akhirnya pacaran dan menikah pada 21 Januari 1961.
”Sebaik-baiknya manusia adalah yang oleh Allah diberikan umur panjang dan bermanfaat bagi orang banyak. Bisa berguna dan berbuat bagi orang lain, dengan semangat juang prajurit tak pernah mengenal kata berhenti, Old Soldier Never Die,” demikian motto yang selalu dipegang Try Sutrisno sepanjang perjalanan hidupnya.
Biografi yang merupakan hasil kerja tim pimpinan Mayjen TNI (Purn) R. Soejoko ini, juga memuat hampir 100 halaman kesan dan kenangan dari 24 tokoh terhadap Try Sutrisno. Antara lain KH Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, H. Wiranto, AM Fatwa.
0 komentar:
Posting Komentar